Oleh: Redaksi e-Newsletterdisdik | November 24, 2011

Hijrah Itu Merubah

Hijrah Itu Merubah

Oleh : Drs. H. Athor Subroto, M. Si*)

Walau tampaknya berbeda antara hijrah Rasul dengan hijrah kaum Muslimin di zaman global, namun esensinya memiliki kesamaan. Di zaman Rasulullah, ada dua esensi melekat. Pertama, Rasulullah Saw dan para sahabatnya – hijrah, berpindah dari Makkah ke Madinah. Kedua, ingin merubah kondisi kaum Muslimin dari tertekan – kepada kebebasan menyebarkan dan menjalankan syariatnya.

Di era global-pun juga demikian. Pindahnya seorang tokoh – dari suatu tempat ke tempat lain  untuk penguatan iman di daerah baru. Dari sini diharapkan perkembangan Islam semakin meluas dan kokoh. Contoh, pendirian masjid di suatu tempat – adalah suatu upaya pengembangan Islam di tempat yang tandus. Diharapkan – dakwah Islamiyah semakin meluas.

Dalam Islam – hijrah terbagi menjadi dua: Pertama, hijrah hissiyyah (hijrah fisik dengan berpindah tempat) dari darul khauf (negeri yang tidak aman) menuju darul amn (negeri yang aman). Seperti hijrah dari kota Makkah ke Habasyah (Ethiopia). Juga dari Makkah ke Madinah. Kedua, hijrah ma’nawiyah (hijrah nilai). Yakni, dengan meninggalkan nilai atau kondisi jahiliyah – untuk berubah menuju nilai atau kondisi Islamiyah. Seperti dalam aspek aqidah, ibadah, akhlaq, pemikiran, dan pola pikir, muamalah, pergaulan, cara hidup, etos kerja, manajemen diri, manajemen waktu, dakwah, serta aspek-aspek lain.

Jika hijrah hissiyah bersifat kondisional dan situasional – serta harus sesuai dengan syarat-syarat tertentu. Maka hijrah ma’nawiyah bersifat mutlak dan permanen. Sekaligus merupakan syarat dan landasan bagi pelaksanaan hijrah hissiyah. Hijrah ma’nawiyah inilah yang sebenarnya merupakan hakikat dan esensi dari perintah hijrah itu. Kuncinya ada pada kata perubahan – atau merubah  menjadi lebih baik.

Ya, ketika seseorang telah berikrar syahadat dan menyatakan masuk Islam dan beriman, ia harus langsung berhijrah ma’nawiyah ke arah perubahan total. Tentu tetap mengikuti prinsip pentahapan sesuai shibghah rabbaniyah.

Dan memenuhi tuntutan ber-Islam secara kaffah: “Hai orang-orang yang beriman, masuklah kamu ke dalam Islam keseluruhan, dan janganlah kamu turut langkah-langkah syaitan. Sesungguhnya syaitan itu musuh yang nyata bagimu.” (QS. Al-Baqarah [2]: 208)

Guna menyambut – tahun baru hijriyah 1433, kita mesti melakukan muhasabah dengan bertanya – sejauh mana perubahan, peningkatan dan perbaikan Islami telah terjadi dalam diri kita. Baik dalam skala individu, kelompok, jama’ah, masyarakat, bangsa, maupun dalam skala ummat Islam secara keseluruhan? Hadits Nabi Saw:

Dari Abdullah bin Umar r.a. Nabi SAW bersabda, “Orang Islam adalah orang yang menyelamatkan semua orang Islam dari lisan dan tangannya. Dan muhajir adalah orang yang meninggalkan segala larangan Allah” (HR. Bukhari)

Hadits ini menjelaskan salah satu karakter muslim. Sebagaimana salah satu makna Islam adalah “selamat” – yang diambil dari asal kata salima. Orang Islam adalah – orang yang menyelamatkan orang lain. Tidak mencelakakan, terlebih kepada sesama muslim.

Hadits tadi juga menunjukkan bahwa hakikat Islam bukan hanya baiknya hubungan manusia dengan Rabbnya (hablun minallah), tetapi juga harus baik hubungannya dengan sesama manusia (hablun minannas). Dan salah satu indikasi baiknya hubungan dengan sesama manusia, khususnya sesama muslim, adalah terjaganya kaum muslimin dari gangguan lisan dan tangannya.

Karakter muslim yang juga menjadi hakikat muslim sejati – dia tidak membahayakan muslim yang lain. Tidak pula mencelakakan mereka. Dia tidak membuat sesama muslim – menjadi binasa karena lisan dan tangannya. Lisan – berarti ucapan dan perkataan. Sedangkan tangan adalah perbuatan, sikap, juga keputusan-keputusannya.

Muslim sejati akan benar-benar menjaga lisan dan tangannya agar tidak sampai menyakiti sesama muslim. Lisannya dijaga – agar jangan sampai mengeluarkan perkataan yang menyakitkan. Ucapannya dijaga – jangan membuat hati terluka. Jangan membiasakan kebohongan yang mendatangkan keburukan. Menghindari ghibah yang menjatuhkan harga diri. Juga menjauhi umpatan yang memicu kemarahan, dan celaan yang mendatangkan penghinaan. Apalagi fitnah yang mencelakakan.

Tangannya juga dijaga sebaik-baiknya, agar jangan sampai memukul sesama muslim, memecah belah persatuan, mendatangkan kerusakan dalam kehidupan mereka, menzhalimi hak-hak mereka, menindas mereka yang lemah, merongrong stabilitas umat, dan sebagainya.

Maka, sudah menjadi keharusan – jika orang Islam memiliki kekuasaan, ia harus menjaganya agar jangan sampai kekuasaan itu menyakiti kaum muslimin, menzhalimi, menindas, atau merampas hak mereka.

Hijrah merupakan peristiwa penting dalam sejarah perkembangan Islam. Perpindahan Nabi Muhammad dan para sahabat dari Mekah ke Madinah ini selain sebuah strategi politik juga menjadi cerminan betapa tingginya tingkat keimanan kaum muslimin saat itu. Tanpa keimanan yang kuat, mereka pasti akan enggan meninggalkan tanah kelahiran pergi merantau ke tempat yang jauh. Al-Quran menyebutkan hijrah sebagai salah satu kriteria iman yang benar.

 “Dan orang-orang yang beriman dan berhijrah serta berjihad di jalan Allah, dan orang-orang yang memberi tempat kediaman dan memberi pertolongan (kepada orang-orang muhajirin) mereka itulah orang-orang yang benar-benar beriman” (QS. Al-Anfal [8] : 74)

Menurut Dr. Muhammad Sulaiman Al-Asqari, dalam Jubdat al-Tafsir min Fath al-Qadir, orang-orang yang benar-benar beriman itu artinya orang-orang yang sempurna dalam keimanannya. Mereka bersedia berhijrah dan berjihad di jalan Allah sebagai realisasi dari karakteristik orang-orang yang beriman kepada Allah Swt.

Namun Rasulullah Saw telah menyatakan bahwa – setelah penaklukan-Mekah (futuh al-Makkah) tidak ada lagi hijrah. Lalu bagaimana cara kita agar bisa memperoleh pahala dan kedudukan hijrah? Kita bisa melakukan hijrah secara maknawi. Hijrah ini bukan lagi perpindahan tempat namun lebih esensial yaitu perpindahan karakter dari sifat-sifat yang buruk menuju sifat-sifat yang baik. Merubah karakter dari tidak baik menuju yang lebih baik.

Hal ini bisa dilakukan melalui empat bentuk hijrah, yaitu : hijrah dari kebodohan menuju kecerdasan; hijrah dari syirik (menyekutukan Allah) menuju tauhid (mengesakan Allah); hijrah dari perpecahan menuju persatuan dan terakhir hijrah dari perbuatan dosa menuju taubat. Allah berfirman dalam Surat al-Muddatstsir [74] ayat 5, “dan perbuatan dosa tinggalkanlah”.

Dalam sebuah hadits Rasulullah Saw bersabda: “Orang yang berhijrah adalah orang yang meninggalkan sesuatu yang dilarang Allah” (HR. Bukhari).

Berangkat dari firman Allah Swt dan sabda Rasulullah Saw di atas, tentu sebagai mu’min akan senantiasa berusaha menjaga dirinya dari ucapan, sikap dan perilaku yang menyimpang dari aturan dan hukum-Nya. Selanjutnya – tetap istiqomah dalam meniti jalan menuju ridha Allah.

Jadi siapapun yang menjauhi setiap larangan Allah dan mengerjakan segala perintah-Nya, mereka akan memperoleh derajat yang sama dengan derajat orang yang berhijrah. Bagi orang yang berhijrah, Allah memberikan jaminan mereka akan mendapatkan kebaikan di dunia dan di akhirat.

“Barang siapa yang berhijrah di jalan Allah, niscaya mereka akan menemukan di muka bumi ini tempat yang luas dan rizki yang banyak. Barangsiapa yang berhijrah dari rumahnya dengan niat karena Allah dan Rasul-Nya, kemudian kematian menimpa (sebelum sampai ke tempat yang dituju), maka sungguh telah tetap pahalanya di sisi Allah. Dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. an-Nisa [4]: 100).

Pergantian tahun baru hijriyah ini, seyogyanya dijadikan momentum – untuk memotivasi semangat dan pembaru tekad guna menghijrahkan diri – menuju totalitas Islam. Ini, sebagai syarat dan dasar dalam mengemban amanah dakwah. Menegakkan kewajiban jihad fi sabilillah. Memenangkan dinullah dan menggapai surga serta ridha Allah swt. Merubah dari yang tidak diridhai – menjadi ridha Ilahi. Semoga.

*) Staf Pengajar STAIN Kediri /  Sekolah Tinggi Agama Islam Miftahul ‘Ula (STAIM) Nglawak Kertosono Nganjuk.

—————-
Download artikel ini dalam format word-document [klik disini]


Tanggapan

  1. السلام عليكم ورحمة الله وبركا ته
    _________________________________
    Konsep hijrah…. “Merubah karakter dari tidak baik menuju yang lebih baik”. Sungguh tidak tepat. Kita harus mencermati konsep hijrah yang di lakukan Rasul dan sahabtnya dengan hati-hati. Mereka hijrah tidak dalam rangka “Merubah karakter dari tidak baik menuju yang lebih baik”. Rasul dan sahabatnya di Makkah sebelum hijrah beliau tetap saja berakhlaq mulia sampai di Madinah juga berakhlaq mulia. Ingat baiknya perilaku Rasul dan sahabatnya bukan setelah hijrah.

    Rasul saw. dan sahabatnya melakukan hijrah dengan tiga kondisi yang melatar belakanginya, yakni Rasul di sakiti, Rasul diperangi dan Rasul diusir.

    Kalau…”Merubah karakter dari tidak baik menuju yang lebih baik”, hal ini sangat cocok dengan konsep ” Tobat”. Apa lagi rasul telah memberikan peringatan… “Rasulullah Saw telah menyatakan bahwa – setelah penaklukan-Mekah (futuh al-Makkah) tidak ada lagi hijrah. Makanya kita perlu berfikir ulang terhadap konsep hijrah gaya baru yang dimunculkan oleh para ulama setelah meninggalnya Rasul

    Tobat, memang sebaiknya dilakukan oleh semua orang, agar kesalahan demi kesalahan tidak berkembang di dalam masyarakat. Makanya kita perlu menggalakan tobat setiap saat, tidak hanya pada awal tahun baru Hijrah saja.

    Wassalam

  2. وعليكم السلام ورحمة الله وبركا ته

    Terima kasih Ust Jalius HR.
    Latarbelakangi hijrah yang dilakukan Rasulullah Saw dan para sahabatnya sudah jelas, walau ada seorang laki-laki berhijrah karena perempuan yang ia cintai. Hijrahnya-karena inginmenikahi perempuan itu. Tidak karena rasul dan Allah. Sehingga tingkat keimanannya dapat dibaca. Dia masuk kategori “Muhajir Ummul Qais”, hijrah karena seorang wanita yang bernama Ummul Qais.
    Konsep hijrah di era global. Artinya, yang (harus) dilakukan oleh para pengikut Rasulullah saw di zaman sekarang dan selanjutnya, merubah karakter dan perilaku menjadi lebih baik. Setiap bertemu dengan tahun baru (hijriyah) karakter dan perilakunya masih sama saja dengan sebelumnya, ia merugi. Mesti harus ada peningkatan. Itu baru bermakna hijrah.
    Saya sangat setuju – tobat harus dilakukan setiap waktu. Bukan saja dalam ucapan ataupun angan-angan. Melainkan dalam bentuk perbuatan nyata. Popilernya, taubatan nasuha.
    Kami tunggu kritik dan saran knstruktif berikutnya.
    Mohon maaf dan gterima kasih

    WassalamU’alaikum
    Hormat kami

    Athor Subroto

    • Yth, Bapak Athor Subroto…

      Tidak layak, walau sudah modern, lantas konsep Hijrah dirubah.
      Konsep hijrah dapat jalan, jika faktor pendukungnya juga sama, seperti jika disakiti, jika diperangi dan jika diusir oleh masyarakat.

      Demikain pula konsep taubat…. kapan saja dan dimana saja…sama.
      Perubahan perilaku alangkah baiknya dilakukan dengan pendidikan.

      Semoga Allah selalu memberikan hidayah kepada kita.

  3. tolong kirimi saya newsletter tentang dakwah islam apapun.

    • Assalamu’alaikum ww
      Terima kasih atas perhatiannya Mas Yusuf.
      Insya Allah saya kirim satu demi satu selama ada bahan artikel.
      Demikian semoga bermanfaat.
      Wassalam
      hormat saya

      Athor Subroto

      • Mhn mf Mas Yusuf, tolong saya dikasih alamat Anda. Sehingga saya bisa mengirim keinginan Anda. Tks.

  4. Perempuan dan Karier
    Drs. H. Athor Subroto, M. Si
    Dosen STAIN Kediri Jawa Timur

    Bulan April, lahirnya semangat kaum perempuan Indonesia ber-emansipasi. RA Kartini, mendobrak tembok raksasa yang telah mengungkung kaum perempuan berabad-abad. Kini, mereka ikut membangun negeri. Ada yang jadi presiden, gubernur, bupati, walikota, camat, dan kepala desa. Itu, hasil gebrakan RA Kartini. Bagaimana kartini-kartini sekarang ?
    Islam memandang, tugas perempuan sebagai ibu dan isteri -sangat penting, dan suci. Siapapun -sama sekali tidak akan bisa menggantikan tugas ini. Sosok pembantu, baby sister, atau lainnya, tidak dapat menggantikan tugas seorang ibu sampai akhir nanti. Apalagi, sebagai pendidik anak -yang secara luas membentuk masa depan bangsa –di negeri tercinta ini.
    Memang benar, tidak ada satupun ketetapan dalam Islam yang shahih -melarang wanita untuk bekerja -bila kondisi sangat mendesak. Misalnya, (maaf) dia diceraikan atau ditinggal wafat suami, ia harus menghidupi dirinya sendiri.
    Pada saat yang sama -tidak ada seorangpun yang (mau) menanggung kebutuhan hidupnya. Sedang dia, dapat berusaha untuk menjaga kehormatan dirinya –tidak meminta kepada siapapun. Wanita seperti ini -tidak begitu saja mudah disalahkan –kalau dia bekerja. Justeru malah harus dihormati, seperti Khadijah. Sebelum menjadi isteri Nabi Saw, beliau janda. Tetapi berpredikat konglomerat, dan terhormat.
    Atau terkadang, keadaan pihak keluarga yang mengharuskan seorang perempuan untuk bekerja. Membantu ayahnya yang sudah berusia lanjut. Sebagaimana dalam kisah Nabi Musa di negeri Madyan -bersama dengan dua orang putri Nabi Syuaib -yang menggembalakan kambing ayahnya. (QS. al-Qashash [28]: 23)
    Namun yang perlu diperhatikan -jika harus bekerja di luar rumah, seorang perempuan dituntut untuk memperhatikan beberapa syarat yang diatur agama. Mengapa, agar terhindar dari kejamnya fitnah. Dan, usahanya membawa berkah.
    Pertama, mendapat izin kedua orangtua, atau suami.
    Izin dari kedua orangtua, atau suami (apabila telah menikah), adalah wajib secara syar’i. Seorang istri tidak diperkenankan keluar rumah kecuali dengan izin suami. Karena, hukum asal bagi setiap perempuan adalah senantiasa berada di dalam rumahnya. Sebagaimana firman Allah Swt, artinya: “Dan tinggal-lah kalian (para wanita) di rumah-rumah kalian, dan janganlah kamu berhias dan bertingkah laku seperti orang-orang Jahiliyah yang dahulu…” (QS. Al-Ahzab [33]: 33)
    Ibnu Katsir berkata, ayat ini menunjukkan bahwa perempuan tidak boleh keluar rumah kecuali ada kebutuhan. (Tafsir Al-Quran Al-Adzim: 6/408). Syaikhul Islam berkata, tidak halal bagi seorang wanita untuk keluar rumah tanpa izin suaminya. Jika ia keluar rumah tanpa izin suami, berarti ia telah berbuat nusyuz (durhaka kepada suami).
    Kedua, pekerjaan yang tidak haram.
    Misalnya, menjadi sekretaris pribadi seorang direktur atau pimpinan kantor. Membuat dia -menjadi sering ber-ikhtilath (bercampur baur dengan laki-laki). Juga, ber-khalwat (bersunyi-sunyi) dengan laki-laki lain, atau dengan direktur atau pimpinannya. Ini yang tidak dikehendaki agama.
    Ada Hadits Nabi Saw:“Dari Ibnu Abbas, bahwasanya Rasulullah Saw bersabda, ‘Janganlah seorang laki-laki berkhalwat dengan seorang wanita kacuali jika bersama dengan mahram sang wanita tersebut.’ Lalu berdirilah seseorang dan berkata, ‘Wahai Rasulullah, istriku keluar untuk berhaji, dan aku telah mendaftarkan diriku untuk berjihad pada perang ini dan itu,’ maka Rasulullah Saw bersabda, ‘Kembalilah!, dan berhajilah bersama istrimu.” (HR. Bukhari no. 5233 dan Muslim 2/975)
    Ini maknanya, seorang laki-laki dan perempuan, tidak diizinkan oleh agama berduaan atau bepergian tanpa ada mahram perempuan itu. Bahkan pergi haji-pun, diharuskan ada mahramnya.
    ِKetiga, dapat menjaga kehormatan serta kemuliaan dirinya.
    Semaksimal mungkin untuk menutup pintu-pintu fitnah dan gossip. Caranya, menyembunyikan auratnya secara sempurna di hadapan pria yang bukan mahramnya. Menjauhi hal-hal yang dapat memicu timbulnya fitnah, baik cara berpakaian, berhias, bersikap, bertutur kata, bergaul, dan lain sebagainya. Tidak kalah penting, hindari (hanya) berduaan di suatu tempat dengan orang lain.
    Akan lebih terjaga lagi –bila perempuan karier memiliki kepekaan yang tinggi terhadap sinyal-sinyal merah dari direkturnya. Bila menangkap sinyal seperti itu, seyognya tugas apapun –dikembalikan secara santun kepadanya. Lebih terhormat, bila ia memilih tugas yang lain. Tugas yang tidak ber-resiko.
    Lebih cerdas lagi, bila pimpinan menahan diri dari keinginan memilih wanita cantik menjadi sekretaris atau orang dekatnya di kantor. Kalau terpaksa memilih perempuan -dengan pertimbangan lebih taat, cermat dan teliti -pilihlah yang tidak rupawan. Syukur, memilih yang badannya besar. Wajahnya tidak menggoda. Demikian itu -tidak (mudah) mengundang selera dan nafsu. Insya Allah model direktur seperti ini, bisa menjadi juru selamat, baik bagi dirinya, karyawatinya, maupun keluargnanya. Apakah ada pimpinan yang mau seperti itu? Insya Allah ada.
    Jangan malah sebaliknya, karyawti rupawan yang tugasnya agak jauh, didekatkan dengan ruang kerja direktur, dengan tujuan, agar lebih mudah ditengok. Sering dipanggil, diberi tugas (walau) bukan tupoksinya. Lalu, diminta melaporkan tugasnya ke ruang pimpinan. Direktur seperti ini –(patut disangka) telah melakukan perbuatan yang tidak profesional dan tidak proporsional. Bahkan, masuk kategori menyalahgunakan wewenang. Kan ada job discriptions, mengapa tidak dijadikan acuan? Dumeh dadi direktur. Adigang, adigung, adiguna. Dumeh kuwasa. Wong (mumpung) jadi direktur, kan bisa berkehendak apa yang disuka. Embah-embah zaman dulu mengingatkan “ojo dumeh”. Memberi tugas kepada Kartini Muda itu –hendaknya sesuai jop discriptions-nya. Kira-kira begitu maksudnya.
    Walau (misalnya), tidak melakukan pelanggaran etika dan susila, namun hal itu -sudah patut mengundang berbagai tanda tanya besar dari karyawan lainnya. Ada apa, kok sering kali dipanggil direktur ke ruang kerjanya ?
    Kalau ada direktur yang (suka) demikian, maka –sama halnya dengan merobohkan cita-cita besar RA Katini, emensipasi wanita. Cepat atau lambat -mesti berhadapan dengan seluruh bangsa negeri ini, dan kayawannya sendiri. Bagaimana perasaan orang tuanya atau keluarganya atau suaminya, bila anaknya atau isterinya diperlakukan seperti itu ? Tinggal menunggu waktu.
    Wahai Kartini-Kartini yang mulia, tolong direnungkan dan (kalau mau) diikuti pesan yang tulus dari agama ini -agar harga diri Anda tetap lebih terjaga dan mulia. Seyogyanya –difikir dua-tiga kali, bila sering mendapat tugas dari pimpinan yang tidak sesuai dengan tupoksi. Jangan-jangan, ada udang di balik ‘rempeyek’? Hindari(lah) itu. Harus lebih peka -bila ada sinyal-sinyal mencurigakan. Apakah ucapan, pandangan mata, janji, uang, fasilitas, ataupun hadiah dari direktur. Jangan malah merasa senang dan bangga. Itu nafsu. Hampir seratus persen nafsu itu, mendorong kepada hal-hal yang buruk. (QS. Yusuf [12]: 53). Bisa mendatangkan malapetaka, dan penderitaan. Mengapa (masih) tidak (mau) percaya ?
    Ada baiknya menengok teman-teman lain –yang telah menjadi korban. Tidak sedikit jumlahnya. Akibatnya, rumahtangga -berantakan. Dicerai suami. Anak-anak -menderita. Dunia -menjadi sempit. Hidupnya -memilukan. Fenomena seperti itu -adalah guru yang paling baik bagi kaum perempuan yang ingin menjaga harga dirinya -tetap terhormat. Pepatah mengatakan: experience is the best teacher, pengalaman adalah guru yang terbaik.
    Tolong diingat -pesan yang satu ini, sampai menjelang purna tugas(Mu) nanti. Belum tentu -Anda mendapat pesan dari siapapun seperti ini –sampai ajal(Mu) nanti. Maka, camkanlah dengan sepenuh hati.
    Ada survey yang sangat mengejutkan di Negeri Paman Sam beberapa waktu lalu. Disebutkan, para sekretaris wanita di Amerika Serikat, mengalami kejahatan seksual diwaktu kerja. Red Book Magazine, menyebarkan 9.000 angket untuk pegawai wanita. Hasilnya, 90% mereka telah menjadi korban kejahatan seksual. Sungguh mengerikan sekali. Mengapa karyawati (mudah) terjebak-cinta dengan pimpinannya ? Sebab, ia sering menerima sesuatu dari bos-nya. Bagaimana di sini ?
    Ada doa Rasulullah Saw agar dihindarkan dari berbagai fitnah. Ini doanya: Ya Allah, sungguh aku berlindung kepada-Mu dari siksa jahanam, dan dari siksa kubur, dan dari fitnah (disaat) kehidupan dan kematian, dan dari buruknya fitnah Dajjal”. (HR. Muslim).
    Kalau doa ini dibaca pagi-petang, insya Allah akan dihindarkan dari kejamnya fitnah semasa hidup dan setelah wafat nanti. Andai tertimpa fitnah, akan dipelihara hatinya oleh Tuhan Pemelihara alam semesta.
    Keempat, komitmen untuk berpegang teguh dengan akhlak wanita shalihah.
    Misalnya, dengan menjaga sifat malunya, tidak bertingkah genit, serta mendayu-dayu dalam berbicara di depan pria lain. Dengan maksud, agar mendapat perhatian khusus dari direktur nya. Allah Swt berfirman, artinya:
    “Maka janganlah sekali-kali kalian melunak-lunakan ucapan sehingga membuat condong orang yang di dalam hatinya terdapat penyakit, dan berkata(lah) dengan perkataan yang baik”.(QS. Al-Ahzab [33]: 32)
    Kelima, pekerjaannya sesuai dengan kodrat sebagai seorang perempuan.
    Perlu ditekankan, bahwa syariat Islam telah menjamin kehidupan yang tenang dan damai bagi perempuan. Kewajiban untuk mencari nafkah -dibebankan kepada kaum lelaki. Semua ini menunjukkan akan besarnya penghormatan Islam terhadap kaum perempuan. Kaum Hawa, hendaknya bekerja sesuai kodratnya. Jangan melebihi dari itu. Jangan karena alasan emansipasi dan perasaan gengsi untuk tidak mau kalah dengan kaum pria, kemudian beban tersebut diambil alih sang isteri.
    Semoga kaum perempuan, baik sebagai ibu yang mendidik anak di rumah, maupun yang ikut bekerja membanting tulang, memeras keringat, diampuni segala dosanya. Disediakan tempat yang mulia dan indah di akhirat kelak. Semoga. (AS)

  5. ILMU DAN KEBANGKITAN ISLAM

    Drs. H. Athor Subroto, M. Si
    Dosen STAIN Kediri Jawa Timur

    Ilmu, penerang (jagat raya). Ilmu, penyingkap dunia. Ilmu, penata segalanya. Tanpa ilmu, terang jadi gelap. Sejuk, jadi pengap. Hidup jadi meraba, merambat, terbentur, tertatih, terjatuh, tersungkur, (bisa) terjebur, dan tertinggal (di sumur). Orang bijak mengatakan, Al-ilmu nurun. Wal jahlu zhulmun. Ilmu itu cahaya, dan kebodohan itu sesat dan gelap.
    Lima belas abad silam, Rasulullah Saw menegaskan, “man araada al-dunya fa’alaihi bi al-ilmi. Wa man arada al-akhirata fa’alaihi bi al-ilmi. Wa man aradahuma fa’alaihi bi al-ilmi”. Barangsiapa menginginkan dunia, maka dia (wajib menguasai) ilmu. Dan barangsiapa menginginkan akhirat, maka dia (harus menguasai) ilmu. Dan barangsiapa mengingingkan (kebaikan) keduanya, kuncinya ilmu. (Al Hadis au kama qal)
    Hadits ini, menunjukkan betapa pentingnya ilmu pengetahuan dalam menggapai kebahagiaan dunia dan akhirat. Mafhum mukhalafahnya, kehidupan tidak bisa menjanjikan apa-apa bagi yang tidak berilmu pengetahuan. Bahkan, mereka bisa buta, tuli dan sesat –dalam menyikapi hiruk pikuknya dunia.
    Kekayaan langit yang begitu luwas –tidak bisa tampak bagi kaum tanpa ilmu. Kekayaan perut bumi yang tidak terkirakan jumlahnya, tidak tertembus bagi kaum tidak berilmu. Mereka tidak mendapat apa-apa, dan lumpuh. Orang berilmu, dapat menguasai luasnya langit, dan mengolah bumi. Strata hidup orang berilmu -lebih tinggi dibanding lainnya. Allah Swt berfirman:
            
    “Niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu, dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat.” (QS. Al Mujaadilah [58]: 11).

    Al Maraghi dalam Tafsirnya menjelaskan bahwa, ayat yang berbunyi: “Walladzina utu al-ilma darajat” yang terdapat dalam Surat Al Mujadilah di atas, Allah meninggikan orang-orang yang berilmu di antara mereka, khususnya derajat-derajat dalam kemulyaan dan ketinggian kedudukan (Al-Maragi, 1993)
    Lebih tegas lagi Allah menjelaskan perbedaan antara orang berilmu dengan tidak, sebagaimana firman-Nya: …Katakanlah: “Adakah sama orang buta dan (orang) yang dapat melihat, atau samakah gelap gulita dan terang benderang…”(QS. Al-Ra’d [13]: 16)
    Sangat berbeda orang berilmu dengan tidak. Pola fikir, aktifitas, dan kebijakannya-pun jauh berbeda. Orang berilmu, bisa melihat dunia ini memiliki manfaat bagi kehidupan manusia. Orang bodoh, dunia yang luas ini, terasa amat sempit dan membingungkan. Dirasakan tidak memiliki manfaat bagi kehidupannya.
    Ayat-ayat tadi, tidak mustakhil menjadi inspirasi brilian bagi Al Farabi, Al Kindi, Ibnu Sina, dan lainnya dalam penemuan teknologi, matematika, heginis, dan disiplin ilmu lain. Dari sini, teropong bintang -dapat diciptakan pada abad ke VII Masehi. Saat itu, belahan dunia lainnya masih tertidur lelap. Namun, Daulat Bani Abasiah telah berhasil menyumbangkan berbagai disiplin ilmu bagi kesejahteraan masyarakat dunia. Jayalah Islam. Sejahteralah dunia.
    Sayang seribu sayang, negeri Baghdad yang menjadi mercusuar kejayaan umat Islam pada saat itu, kini telah porak poranda. Diikuti belahan dunia Islam lainnya. Tanda kehancuran umat Islam yang kesekian kalinya, menjadi kenyataan. Dan, berulang-ulang.
    Negeri dan bangsanya -menjadi bulan-bulanan. Jangankan secercah tanda kemajuan (Umat Islam), hidup yang layakpun sulit ditemukan. Miskin, menderita, takut, sedih, marah, dan terombang-ambing hidupnya. Bukan karena bangsa itu melarat. Baghdad, negara kaya minyak. Metro dolar. Tetapi, sumber ekonominya disedot bangsa lain –habis. Budayanya, dibentuk negeri lain. Perilakunya, berubah total –brutal. Lenyap sudah kejayaan bangsa berjaya waktu itu. Kejayaan negeri itu, hancur lebur menjadi abu.
    Kapan dunia Islam merebut kembali kejayaannya. Kapan umat Islam mampu menyumbangkan temuannya untuk kepentingan umat sedunia. Kapan umat Islam tidak mengekor ke Barat lagi ? Ini yang mesti difikirkan bersama oleh kekuatan Islam di seluruh dunia. Tentu, melalui ukhuwah dan pendidikan –yang dimanag sesuai tuntutan zaman.
    Madrasah, harus mampu menjadi suatu lembaga pendidikan ideal yang tak perlu mahal. Mendidik, membangun, dan mencetak anak bangsa yang cerdas, kreatif, berbudi luhur, berakhlak mulia, dan bertanggung jawab -menjadi tugas bersama.
    Kini, telah menjamur lembaga-lembaga pendidikan Islam berkualitas. Di Malang, misalnya, bertengger sebuah Madrasah Aliyah Negeri (MAN) 3 di Jalan Bandung. Di samping memiliki gedung megah, bersih, hijau -kompetensi dan kuwalitas para pendidiknya –tidak diragukan lagi.
    Sebuah madrasah popular yang dipimpin seorang doctor itu, kaya ide, kreatif, inovatif. Memiliki sarana hotel puluhan kamar -yang representative layak pakai bagi masyarakat bawah, menengah, dan atas. Aulanya, indah dan luas. Tertata rapi, bagai sarana kantor pemerintah. Memiliki green hous yang segar –untuk ekstra kurikuler di luar kelas.
    Para siswanya memiliki disiplin tinggi dalam mematuhi aturan sekolah. Mereka ditampung di ma’had yang sarat aktifitas -di komplek madrasah itu. Mereka sering menjuarai berbagai lomba bidang ilmu pengetahuan, seni, budaya, dan berbagai keterampilan lainnya, baik tingkat local, regional maupun nasional.
    Para alumninya, banyak diterima diberbagai perguruan tinggi negeri. Salah satu siswinya, Shofy Maryam, bercita-cita melanjutkan studi ke Kairo Mesir. Siswi kelas II ini, sering menjuarai berbagai kejuaraan –baik tingkat local, regional, maupun nasional. Lisannya, sangat fasih berbahasa Arabnya. Sekarang, dia terpilih menjadi anggota regu Musabaqah Syarhil Qur’an (MSQ) kota Malang. Dipersiapkan mengikuti MTQ ke XXV Tingkat Provinsi Jawa Timur bulan Juni mendatang di Surabaya. Kalau dia lolos dalam MTQ Jatim mendatang, dia dikirim ke MTQ Nasional 2014 di Kepulauan Riau.
    Tentu masih banyak, dan perlu ditambah lagi -baik kuantitas maupun kuwalitas madrasah seperti MAN 3 Malang itu di seluruh penjuru tanah air. Dari sana, diharapkan dapat meraih kembali kejayaan Islam setapak demi setapak, dimasa mendatang.
    Bila dunia semakin langka dengan orang berilmu, gelap-lah jadinya. Penghuninya-pun semakin tak beraturan. Bahkan Fikiran dan perilaku manusia, tidak mencerminkan fitrah insani. Manusia semakin angkuh dengan dirinya. Tidak ada orang lain yang mereka kenal. Rasa kasih sayang memudar. Cinta empatik terkikis. Keserakahan tumbuh di mana-mana. Kepedulian sirna. Kejujuran tiada. Tragisnya, keharmonisan hubungan antarsesama punah.
    Di sisi lain, banyak orang kehilangan dirinya sendiri, karena ia gagal memaknai kesulitan, cobaan, dan rintangan sebagai ujian. Padahal, sunnatullah menentukan bahwa setiap kesulitan, di sana ada kemudahan. Di balik kesempitan ada kelapangan, dan di antara rintangan ada jalan keluar.
    Dalam kehidupan dunia, jatuh dan bangun adalah suatu hal yang biasa. Dibutuhkan mental yang tahan banting, ulet, focus dalam usaha mewujudkan impian menjadi kenyataan. Di sini, peran ilmu pengetahuan sangat fital. Di sini pula, perlunya mewujudkan lembaga-lembaga pendidikan berkualitas.
    Terbukti, dari gemblengan tarbiyah al-Islam pada zaman Nabi Saw, lahir-lah generasi muda –seperti Sayidina Ali bin Abi Thalib. Dia, pemuda cerdas, cekatan, kreatif, berani, dan mennjadi kuncinya ilmu pengetahuan. Penegak kebenaran. Sekaligus, menantu Rasulullah Saw.
    Lalu, muncul Abdurrahman Ad-dakhil. Dalam sejarah Islam, tokoh yang mendapat gelar “ad-dakhil” adalah seorang anak muda keturunan Bani Umaiyah. Dia, lolos dari pembantaian Al-Hajaj bin Yusuf, salah seorang jenderal Abbasiyah yang menaklukkan Daulah Amawiyah.
    Akan tetapi, di kemudian hari, anak laki-laki keturunan Bani Umaiyah itu justeru berhasil membangun kerajaan Islam di Andalusia, Spanyol, yang sangat terkenal dalam sejarah Islam. Dan, dia diberi gelar oleh sejarawan dengan sebutan Abdurrahman Ad-dakhil. Artinya, Abdurrahman sang pendobrak, sang penerobos, sang penakluk. Atau, sang pembuka jalan-baru sejarah Islam di bumi Eropa.
    Belakangan, lahir pula, K.H. Ahmad Dahlan. Beliau mendobrak koloni yang mengabaikan pendidikan Islam di Indonesia. Pada tahun 1912, mendirikan Muhammadiyah. Kemudian, dari pemikiran beliau, berdirilah sekolah-sekolah Islam system klasikal, modern.
    Lahir pula Gus Dur. Nama kecilnya Abdurrahman Ad-dakhil. Cucu pendiri NU, Hadratus Syekh KH. Hasyim Asy’ari. Gus Dur, generasi yang kaya ide, teguh penderian. Pendobrak kejumudan. Penjebol kebuntuan. Pelopor demokrasi. Berorientasi pada minoritas. Harismatik. Dipercaya bangsanya –menjadi Presiden RI ke IV tahun 1999.
    Dari pengaruh pendidikan (Islam) yang berkuwalitas pula, kini menyusul H. Dahlan Iskan. Beliau, jebolan Madrasah Aliyah Pesantren Sabilul Muttaqin (PSM) Takeran Magetan. Walau tidak dapat dipersandingkan dengan generasi sebelumnya tadi, namun, beliau menjadi kebanggaan bangsa Indonesia –dalam kiprahnya, menerangi tanah airnya.
    Beliau, lahir sebagai pendobrak kebekuan, pembersih lembaga kementeriannya, pembuka jalan buntu, penerang sudut-sudut tanah air yang gelap gulita. Pejabat yang tidak mau digaji dan tidak menerima fasilitas dari negara. Bila presiden Soekarno masih hidup, tentu dia akan bilang, “Berikan kepadaku sepuluh pemuda seperti Dahlan Iskan, maka, akan aku rombag dunia ini (lebih baik)”.
    Kini, bagaimana umat Islam Indonesia, sanggup mencetak lagi generasi model Ali bin Abi Thalib, Abdurrahman Ad-dakhil, KH. Ahmad Dahlan, Gus Dur, dan Dahlan Iskan. Mampukah membangkitkan dunia Islam (lagi) dari bumi Indonesia. Semoga. (AS)

  6. Bulan, Kaya Inspirasi
    Drs. H. Athor Subroto, M. Si
    Dosen STAIN Kediri Jawa Timur

    Tiada bulan -seindah Ramadhan. Tiada bulan -seasik Ramadhan. Tiada bulan -sesehat Ramadhan. Tiada bulan -segairah Ramadhan. Tiada bulan yang menggetarkan, mlebihi Ramadhan. Tiada bulan yang merindukan, melebihi Ramadhan. Tiada bulan –yang penuh isnprasi, melebihi Ramadhan. Segala keindahan, kebahagiaan, kesalehan dan kreatifitas tumplek bleg di bulan mulia itu. Bahkan, Allah menyatakan sendiri, bulan itu, ada Lailah al Qadr, satu malam yang lebih baik dari seribu bulan. Khairun min alfi syahr (QS. Al Qadr [97]: 3)
    Imam Ahmad Al Maraghi dalam tafsirnya mengatakan, ayat yang berbunyi “lailah al qadr khairun min alfi syahr”, adalah, malam (yang) mulia itu lebih baik dari seribu bulan. Sebab, pada malam itu merupakan awal terbitnya nur hidayah, dan merupakan permulaan syariat baru -yang diturunkan demi kemaslahatan umat manusia. Malam itu, merupakan malam peletakan batu pertama bagi agama baru, yang merupakan pamungkas bagi seluruh agama samawi, serta sesuai di segala tempat dan zaman.
    Malam itu, lebih baik dari seribu bulan yang dialami oleh umat manusia dalam keadaan tertatih-tatih (di) kegelapan kemusyrikan dan kesesatan keberhalaan. Mereka berada dalam kebingungan, tidak tau arah dan tujuan. Tidak ada batasan-batasan (pedoman) yang bisa menjadi pegangan mereka.
    Kemungkinan penentuan seribu bulan disini, untuk menunjukkan bilangan yang sangat banyak, sebagaimana menjadi kebiasaan orang-orang Arab dalam pembicaraan mereka. Hal ini seperti yang dijelaskan oleh Allah dalam ayat berikut ini “yawaddu ahaduhum au yu’ammaru alfa sanah”, “masing-masing mereka ingin agar diberi umur seribu tahun….” (QS Al Baqarah [2]: 96). Allah, mempunyai kehendak sendiri untuk menentukan berapa banyak nilai Lailah al Qadr. Itu terserah Allah swt. Apakah lebih baik dari seribu bulan, dua ribu bulan, atau tiga ribu bulan, dst.
    Ini, yang menjadikan daya tarik tersendiri bagi kaum Muslimin merindukan Ramadhan. Pahala ibadahnya dilipatgandakan seribu bulan lebih. Apapun penghalangnya, disingkirkan. Memburu bulan penuh berkah dan keindahan itu. Seluruh keluarga dan handai taulan –dibangkitkan, beribadah. Mereka meyambutnya dengan penuh kegembiraan, kebahagiaan, dan kasih sayang.
    Bahkan Rasulullah Saw menyambutnya dengan penuh gairah -sejak dua bulan sebelumnya. Di dalamnya, memperbanyak puasa sunnah, ibadah, dan kegiatan makruf lainnya. Beliau memanjatkan doa yang amat populer, Allaahumma baarik lanaa fii Rajaba wa Sya’baana wa ballighnaa Ramadhaan. Yaa Allah, jadikanlah bulan Rajab dan Sya’ban mendatangkan berkah bagi kami. Dan temukanlah kami dengan bulan Ramadhan. (Hadits dari Anas bin Malik, Al Mu’jam Al Ausath, Juz 4, Shafhah 189))
    Subhanallah. Seorang pilihan, sekaligus utusan, bahkan kekasih Allah, begitu besar hasratnya untuk bersua dengan bulan agung itu. Dua bulan sebelumnya, sudah berharap seperti itu. Ini menunjukkan, betapa besarnya arti dan nilai Ramadhan. Pantaskah manusia (biasa) lalu tidak bergetar hatinya -agar bisa bertemu bulan seribu bulan itu. Tentu, tidak. Sebaliknya, melebihi semangat Rasulullah Saw, sesuai kemampuannya.
    Tek tuk tek tuuur…tek tuk tek tuuur…tek tuk tek tuuur….irama bambu, panci, piring, dan barang bekas lainnya –yang dimainkan anak-anak desa. Dengan gegap-gempita -rame-rame keliling kampoeng dengan penuh gembira, semangat, gelak dan tawa. Mereka mengingatkan khalayak ramai -besuk akan datang tamu agung, bulan Suci Ramadhan. Ayok kita sambut dengan penuh kehangatan. Begitu, makna irama yang gegap gempita tadi.
    Irama itu, menggetarkan batin kaum Muslimin. Mengingatkan berbagai pengalaman –Ramadhan tahun-tahun sebelumnya. Atau, bahkan menggugah pengalaman masa-masa kecil yang telah terpendam. Indah, merindukan, dan ingin kembali lagi ke alam kanak-kanak. Rindu dengan teman-teman sekampoeng dahulu -di pedesaan, lereng gunung, tepi laut, dls.
    Kini, kalau sudah musim Ramadhan, di kota-kota besar menjamur Pasar Ramadhan, Bazar Ramadhan, Pameran Ramadhan, Expo Ramadhan, Kampoeng Ramadhan, dan sebutan lainnya yang menggoda. Disamping ikut memeriahkan tamu agung, pasar itu memberikan pelayanan kepada masyarakat -kebutuhan sehari-hari dengan harga menawan. Arena itu –selalu padat dan berjubel serta hidup sepanjang malam. Menarik memang. Mereka tidak menghiraukan (lagi) awal puasa beda atau bareng. Bahkan, Hari Rayanya-pun nanti (andai) berbeda –tak jadi beban. Mereka mempunyai keyakinan mantap, kapan mau berhari raya. Cuek…..
    Tidak kalah penting, ada yang menyediakan alat-alat elektronika, pakaian, sepatu, sandal, kopiah, arloji, mainan, aneka macam makanan dan minuman. Bahkan, ada yang menjual sepeda motor dan mobil, dan lain sebagainya. Pokoknya, terasa bahwa bulan Ramadhan benar-benar dimanjakan, sebagai tamu agung.
    Tidak mau kalah. Sebagian masyarakat mengadakan Pentas Seni, Hadrah, Dangdut, Nasyid, Rebbana, Festival Bedhug, Patrol/Rundo, Musabaqah Tilawatil Qur’an, dls. Indah dan mengesankan.
    Di sisi lain, dari tahun ke tahun, kegiatan tarawih dan kajian Islam –selalu meningkat –baik kwalitas maupun kwantitasnya. Banyak masjid, mushalla, langgar, rumah serta tempat lain –meluber jama’ah tarawihnya. Model kajian Islamnya –berfariasi, tidak menjenuhkan. Ada yang di waktu tarawih, shubuh, dhuhur, ashar, dan tengah malam –sesuai budaya dan kebiasaan masing-masing. Bahkan, di Pondok-pondok Pesantren, Tebu Ireng Jombang misalya, ada kegiatan balagh atau kajian kitab-ktab kuning yang populer –sebulan full hingga khatam. Kifayatul Akhyar, Bulughul Maram, Bukhari, Muslim, dan lainnya. Yang mbalagh kyai-kyai sepuh, misalnya almarhum Kyai Bisyri Sansuri, Allahummaghfirlah.
    Ada sebuah masjid Aqabah, di komplek perumahan REWWIN Waru Siadoarjo Jawa Timur. Sudah bertahun-tahun mengadakan kegiatan tahajjud pada malam-malam ganjil di akhir Ramadhan, dilanjut dengan makan sahur bersama. Makan sahur dikemas sedemikian rupa dengan prasmanan. Menunya, selalu berubah tiap malam -sesuai selera para jama’ah. Banyak jama’ah -di rumah susah makan sahur, setelah ikut sahur bersama –punya selera tinggi. Asyik dan mengembirakan. Rasulullah Sw bersabda: “Makan sahurlah kamu. Sahur itu membawa berkah pada siang harinya”. Sekarang, kegiatan semacam ini, sudah menjamur juga di masjid-masjid lain. Subhanallah.
    Sebagian masjid lain, jama’ahnya ada yang mengadakan safari Ramadhan di malam-malam ganjil –ziarah ke para wali. Utamanya wali lima di Jawa Timur. Sunan Ampel di Surabaya, Sunan Malik Ibrahim di Gresik, Sunan Giri di Gresik, Sunan Bonang di Tuban, dan Sunan Drajat, Lamongan. Ada pula yang ke makam Gus Dur di Tebuireng Jombang. Dalam napak tilas para wali itu, mereka mempunyai pengalaman rahani yang berbeda-beda yang mengesankan.
    Menarik lagi, ada yang mengadakan kegiatan peningkatan kwalitas iman dan mental spiritual. Gemblengan mental secara mendalam. Tempatnyapun dipilih di kawasan Malang Selatan, tepi laut, beberapa hari menginap. Suatu kawasan yang sepi dan berhawa sangat dingin. Kegiatan ini dilakukan oleh anak-anak muda masjid, atau remaja masjid, Remas.
    Instruktur yang dihadirkan, sangat professional di bidangnya. Berpengalaman dalam membentuk mental yang tangguh dan kuat bagi generasi muda masjid di masa mendatang. Mereka disiapkan untuk menggantikan generasi tua pada saatnya -dalam mensyiarkan masjid di era global. Mereka nanti, yang pantas menggairahkan rumah Allah itu. Firman Allah Swt, artinya:
    “Hanya yang memakmurkan masjid-masjid Allah ialah orang-orang yang beriman kepada Allah dan hari kemudian, serta tetap mendirikan shalat, menunaikan zakat dan tidak takut (kepada siapapun) selain kepada Allah. Maka merekalah orang-orang yang diharapkan termasuk golongan orang-orang yang mendapat petunjuk.” (QS. At-Taubah [9]: 18)
    Ayat ini menerangkan bahwa betapa pentingnya kaum yang beriman -memiliki semangat tinggi untuk memakurkan masjid-masjid Allah, utama di bulan Ramadhan. Mulai shalat Rawatib, Tarawih, dan Tasbih. Shalat malam pada malam-malam ganjil sepuluh hari yang akhir. Tadarrus Al Qur’an, Kajian Islam, Ceramah Tarawih, Shubuh, Dhuhur, dan Ashar. Menjadikan bulan untuk rame-rame mengirim ta’jil berbuka di Masjid. Memperbanyak sedekah dan amal jariah. Menyantuni anak yatim, janda, dan orang-orang jompo. Bazar Ramadhan, dan lain sebagainya. Sehingga suasana Ramadhan menjadi hidup, semarak, dan menggembirakan.
    Ada yang mengajak keluarganya ikut shalat Tarawih di Masjid Al Haram dengan khusyu’nya. Bertabur tangis, bercucuran air mata. Rindu dan bahagia, menyatu dalam dirinya. Seakan, Tuhan amat dekat. Tiada jarak sejengklpun. Mereka itu, pergi Umrah dengan sanak familinya. Gembira, dan penuh bahagia. Mereka, mensucikan hati, di bulan Suci, di kota Suci.
    Rasulullah Saw bersabda: “Barang siapa hatinya gembira menyambut datangnya Ramadhan, diharamkan jasadnya tersentuh api neraka.” Hadits ini, menjadikan inspirasi yang tinggi bagi umat manusia, untuk menjadikan dirinya gembira menyambut Ramadhan dengan style-nya masing-masing. Ada kepuasan tersendiri setelah ikut rame-rame menyabut tamu agung. Mereka yakin, dengan menjadikan dirinya gembira, akan dijauhkan dari api neraka.
    Reaksi manusia akan sinyal Ramadhan, mejadi bukti kepatuhan dan kepeduliannya terhadap panggilan Tuhan (QS. Al Baqrah [2]: 183). Dan, ini tergolong kaum yang menerima seruan orang yang menyeru kepada Tuhannya. Disebutan di dalam Al Qur’an: “Hai kaum kami, terimalah (seruan) orang yang menyeru kepada Allah dan berimanlah kepada-Nya, niscaya Allah akan mengampuni dosa-dosa kamu dan melepaskan kamu dari azab yang pedih” (QS. Al Ahqaaf [46]: 31).
    Sebaliknya, ancaman Allah akan ditimpakan kepada kaum yang mengabaikan seruan kepada Allah Swt –sebaimana firman-Nya : Dan orang yang tidak menerima (seruan) orang yang menyeru kepada Allah, maka dia tidak akan (dapat) melepaskan diri dari azab Allah di muka bumi dan tidak ada baginya pelindung selain Allah. Mereka itu dalam kesesatan yang nyata”. (QS. Al Ahqaaf [46]: 32.
    Ramadhan tahun ini, kita jadikan inspirasi besar dalam mengawali dan melestarikan berbagai aksion keagamaan yang lebih meriah, bersemangat, bergairah, dan berkuwalitas. Semoga. (AS)

  7. Bila Jiwa, Kembali Bening
    Drs. H. Athor Subroto, M.Si *)
    Tenaga Pengajar STAIN Kediri Jawa Timur

    Kini, Ramadhan telah pergi. Di satu sisi, ada yang menangisi, karena ditinggal tamu yang mulia ini. Di sisi lain, merasakan kegembiraan, karena, mendapat kemenangan –melawan hawa nafsunya. Merdeka, dengan penuh rasa suka cita.
    Idul fitri, mengembalikan jiwa menjadi bening. Gemuruh suara takbir -membahana di seluruh penjuru langit dunia, tak ketinggalan -Indonesia. Hari kemenangan umat Islam tahun ini, bertepatan dengan hari kemerdekaan bangsa Indonesia dari belenggu penjajah coloni. Merdekalah Indonesia. Merdekalah tanah air Indonesia. Berbahagialah kaum Muslimin Indonesia. Dan, bergembiralah rakyat Indonesia. Menyatu, jadi satu.
    Idul Fitri, yang di sebut juga dengan hari lebaran. Saatnya sanak famili, keluarga besar, ibu bapak, anak, cucu, menantu, serta semuanya tak ketinggalan -berkumpul menuju kebahagian di hari yang fitri. Membagi-bagi maaf atas semua salah dan khilaf di antar sesama. Setiap anak cucu Adam, pasti memiliki banyak salah dan khilaf. Tak pandang bulu. Apakah penjahat atau pejabat. Apakah konglomerat atau kaum melarat. Apakah rakyat atau wakil rakyat. Apakah generasi muda atau generasi tua. Apakah yang suka menzhalimi atau yang dizhalimi. Apakah tukang tipu atau kelompok yang ditipu. Apakah elit politik atau yang dipolitiki. Apakah preman atau kaum beriman.
    Rasulullah Saw bersabda: “Al insan mahal al-khattha’ wa al-nisyan. Manusia itu tempatya salah dan lupa.” Tak ada seorangpun yang dengan gagah dan lantangnya –menyatakan dirinya tidak pernah bersalah. Tidak seorangpun yang berani menyatakan -dirinya paling bersih. Justeru yang ada, pernyataannya itu -diragukan oleh orang sejagat. Karena, dia itu berbohong. Menipu Allah dan Rasul-Nya. Serta menipu umat dan dirinya sendiri.
    Pernyataan (pikiran) kaum elit ini, identik dengan sindiran Allah di dalam Al Qur’an terhadap para penipu: “Di antara manusia ada yang mengatakan: “Kami beriman kepada Allah dan hari kemudian,” padahal mereka itu sesungguhnya bukan orang-orang yang beriman. Mereka hendak menipu Allah dan orang-orang yang beriman, padahal mereka hanya menipu dirinya sendiri. Sedang mereka tidak (menyadari). (QS. Al Baqarah [2]: 8-9)
    Menurut Achmad Mustafa Al Maragi di dalam Tafsirnya: dalam ayat ini Allah menceriterakan perihal orang-orang munafik, yang hanya beriman di mulutnya saja, tetapi hatinya berpaling dari iman. Mereka ini adalah orang-orang kafir yang paling keji. Sebab, disamping kekafirannya, mereka juga mengejek, menipu dan memalsukan tindakannya.
    Kepada mereka diturunkan ayat berikut ini sebagai ancaman: “Sesungguhnya orang-orang munafik itu (ditempatkan) pada tingkatan yang paling bawah dari neraka. Dan kamu sekali-kali tidak akan mendapat seorang penolongpun bagi mereka.” (QS. An-Nisaa’ [4]: 145)
    Mengenai orang-orang munafik, Allah menuturkan di dalam 13 ayat, yang isinya menyayangkan perbuatan mereka yang keji dan penuh tipuan. Untuk itu Allah menjelaskan (menampak-nampakkan) tingkah laku mereka, di samping membodoh-bodohkan sikap mereka sebagai penghinaan atas perbuatannya sendiri. Allah menyatakan, mereka sebagai buta, tuli, dan bisu, serta kecam-kecaman lain yang pedas dan menghinakan. (Tafsir Al-Maragi, Juz: 1, 2, dan 3. Hal. 74-75)
    Hikmah di hari yang fitri ini, adalah merupakan hari kemenangan besar yang mengembalikan manusia pada kebeningannya. Jiwa, kembali bening karena dibasuh dengan ibadah, zakat fitrah dan saling memaafkan. Serta, rezkinya telah dicuci pula dengan zakat.
    Kembali kepada kebeningan, artinya dengan merayakan Idul Fitri ini, kita mendeklarasikan kesucian kita dari berbagai dosa, sebagai buah dari ibadah sepanjang bulan Ramadan. Pada Idul Fitri ini, manusia yang taat pada takdir Allah -akan meyakini tibanya kembali fitrah dari diri yang kerap diimajinasikan dengan ungkapan kala itu ba’ -terlahir kembali. Dan, bila kita bersedia menerima fitrah yang ada di hari besar ini, serta menerjemahkan dengan pikiran dan bahasa sederhana, maka sekarang, kita kembali fitrah. Seperti, baru dilahirkan oleh sang ibu. Hidup, bersih, putih, bening, tanpa noda.
    Bila ada juga perbedaan dalam kehidupan sehari-hari, janganlah dijadikan perdebatan dan masalah besar. Sebaliknya, terimalah perbedaan itu sebagai rahmat dan tetap menjalin tali silaturahmi. Karena, semuanya pasti kembali pada Ilahi Rabbi. Umat Islam itu, harus bersatu mambangun ukhuwah yang kuat -agar tidak dipermainkan oleh bangsa-bangsa lain, yang punya kepetingan di pergaulan dunia ini.
    Selama bulan Ramadhan, jiwa, ruh, dan hati umat Islam -benar-benar telah terasah dengan amal-amal kebajikan. Sehingga, hati mereka, yang merupakan wadah ketakwaan -semakin terbuka lebar dan luas. Lebih mengembangkan dan meningkatkan kuwalitas takwa yang telah diraih selama beribadah di bulan Ramadan, “Mereka itulah orang-orang yang telah diuji hati mereka oleh Allah untuk bertakwa” (QS. Al-Hujurat [49]: 3)
    Ketakwaan yang menjadi sasaran akhir dari ibadah puasa ini, yang perlu diimplementasikan sama-sama. Kalimat takwa itu, mudah diucapkan di bibir. Namun, berat untuk dibuktikan dalam kehidupan. Mafhum mukhalafahnya, banyak orang ringan mengatakan takwa. Namun, berat membuktikan.
    Keberatan melaksanakan takwa itu, bukan berarti (mesti) disengaja. Melainkan, tidak sedikit yang belum mengetahui secara detail, nilai takwa itu sendiri. Di dalam Al Qur’an Al Karim, Allah Swt memaparkan model ketakwaan seseorang. “(yaitu) orang-orang yang menafkahkan (hartanya), baik di waktu lapang maupun sempit. Dan orang-orang yang menahan amarahnya, dan mema’afkan (kesalahan) orang. Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan.
    Dan (juga) orang-orang yang apabila mengerjakan perbuatan keji atau menganiaya diri sendiri[229], mereka ingat akan Allah, lalu memohon ampun terhadap dosa-dosa mereka. Dan siapa lagi yang dapat mengampuni dosa selain dari pada Allah? Dan mereka tidak meneruskan perbuatan kejinya itu, sedang mereka mengetahui.
    Mereka itu balasannya ialah ampunan dari Tuhan mereka dan surga yang di dalamnya mengalir sungai-sungai, sedang mereka kekal di dalamnya. Dan itulah sebaik-baik pahala orang-orang yang beramal. (QS. Ali Imran [4]: 134-136)
    [229] (Dijelaskan), yang dimaksud perbuatan keji (faahisyah) ialah dosa besar. Mudharatnya tidak hanya menimpa diri sendiri tetapi juga orang lain, seperti zina, dan riba. Menganiaya diri sendiri ialah melakukan dosa, mudharatnya hanya menimpa diri sendiri baik yang besar atau kecil.
    Dari ayat-ayat ini dapat ditarik benang merahnya, bahwa, model orang bertakwa itu paling tidak memiliki enam ciri. Dermawan, (mampu) mengendalikan emosi, pemaaf, selalu ingat Allah, beristighfar, dan berhenti dari berbuat salah.
    Bila seseorang dalam hidupnya telah dihiasi enam perkara tadi, tentu menjadi tenang, aman, tenteram dan damai. Masyarkatnya sejahtera. Guyub, rukun dan damai. Tidak ada perselisihan, pertentangan, dan pertikaian di antara penduduk bumi ini. Karena, hatinya putih, bersih, dan bening.
    Hanya melalui pendidikan dan latihan (diklat) di bulan Ramadhan, pembentukan pribadi muslim yang lebih meningkat kuwalitasnya, sebagaimana digambarkan Allah Swt –di dalam ayat-ayat tersebut di atas. Bagaimana tidak berhasil, sedang diklat seperti itu diselenggarakan (sendiri) oleh Allah Swt -pada tiap-tiap tahun secara rutin, di bulan yang suci. Semua kaum mukminin diwajibkan untuk mengikuti pendidikan dan latihan itu, sebulan lamanya. Agar kuwalitas hidupnya –menjadi meningkat, muttakin.
    Dengan datangnya hari raya Idul fitri, ditingkatkan jalinan silaturahmi yang kuat, agar menjadi umat Islam yang bersatu, saling menghargai, dan saling memberi dan minta maaf. Menghormati -antar umat beragama. Juga, saling menghormati satu sama lain. Karena, hidup di alam dunia ini, bukanlah untuk mengurusi perdebatan terus-menerus. Justeru yang harus di jaga itu –adalah kebersamaan, dan kekompakan dalam membangun ukhuwah insaniyah, basyariyah, dan wathanyah itu sendiri. Semoga.
    *) Penulis, Wakil Ketua Dewan Masjid Indonesia Propinsi Jawa Timur.

  8. kalau menantu nabi muhammad yang ikut hjrah pertamake habsyah

    • Iya, trima kasih Mas Zahfran. Hijrahnya, demi kemenangan agama Allah, mas.


Tinggalkan Balasan ke Drs. H. Athor Subroto, M. Si Batalkan balasan

Kategori