Oleh: Redaksi e-Newsletterdisdik | April 14, 2010

Proses Belajar Kreatif Para Ilmuwan

Proses Belajar Kreatif Para Ilmuwan

Oleh: Marjohan M.Pd
Guru SMAN 3 Batusangkar

Marjohan, M.Pd.

SMA (Sekolah Menengah Atas) adalah sekolah yang sangat banyak dipilih untuk sekolah tingkat SLTA (Sekolah Lanjutan Tingkat Atas). Di sekolah ini (SMA) dan juga di Madrasah Aliyah, jurusan sains dianggap jurusan paling favorit. Mula-mula jurusan ini bernama jurusan paspal, kemudian menjadi IPA (Ilmu Pengetahuan Alam), kemudian jurusan ini pecah dua menjadi jurusan fisika dan jurusan biologi, kemudian menjadi jurusan IA (Ilmu Alam), ada lagi yang menyebutnya dengan jurusan sains. Bidang studi yang meliputi jurusan ini adalah matematika, biologi, fisika, kimia, dan matematika. Sekarang ke empat bidang studi ini tercakup ke dalam bidang studi yang diuji dalam UN (Ujian Nasional).

Alasan mengapa jurusan IPA banyak dipilih (menurut anggapan siswa) karena kemungkinan untuk meraih sukses kuliah di universitas dengan jurusan bergengsi lebih luas. Kemudian, kesempatan untuk meraih sukses dalam karir juga lebih besar. Namun apakah hal ini benar dan apakah mereka telah belajar secara kreatif ?

Menjadi kreatif di zaman modern saat ini sudah menjadi sebuah kewajiban. Suaru negara tentu akan menghadapi banyak masalah jika negara tersebut kurang memberdayakan sumber daya manusianya untuk bisa menjadi kreatif. Menjadi kreatif itu luas maknannya. Kreatif dalam berkarya, kreatif dalam berpikir bahkan berkreatif dalam menyelesaikan masalah.

Dalam belajar sains atau IPA, guru dan siswa seharusnya perlu mengenal background dari ilmuwan dan bagaimana mereka bisa menciptakan konsep ilmu/suatu rumus. Dalam realita bahwa umumnya guru dan siswa juga mengenal konsep dan rumus dan proses pembelajaran kerap kali bercorak membahas rumus dan soal-soal saja. Sangat tepat rasanya kalau guru dan siswa juga mengenal proses kreatif para ilmuwan (seperti Albert Einstein, Thomas Alfa Edison, Isaac Newton, Charles Darwin dan lain-lain) dalam menemukan suatu fenomena lewat membaca buku biografi mereka.

1) Einstein, cara berbicaranya pada masa kecil tidak begitu menarik. Kemampuan berbahasa atau berbicaranya sangat lambat. Melihat kondisi itu orang tuanya sangat prihatin sehingga ia berkonsultasi dengan dokter. Karena kemampuan berbicaranya yang lambat membuatnya pernah gagal di sekolah dan kepala sekolah menyarankan agar ia keluar dari sekolah. Tentu saja ia memberontak kepada sekolah yang mengusirnya dan menganggapnya sebagai anak yang sangat bodoh.

Pada masa kecil, Einstein adalah anak yang baik dan ia punya karakter suka menolong, karakter ini membuatnya makin cerdas. Kemampuan berbahasanya memang lebih rendah dibandingkan kemampuan numerika atau matematika. Ia tidak pernah gagal dalam mata pelajaran matematika. Sebelum ia berumur lima belas tahun ia telah menguasai kalkulus diferensial dan integral yang dipelajarinya secara mandiri/otodidak. Saat di sekolah dasar, dia berada di atas kemampuan rata-rata kelas, namun ia memiliki kegemaran untuk memecahkan masalah rumit dalam aritmatika terapan. Orang tuanya ikut mendukung minat Einstein dalam matematika. Ia membelikan buku-buku teks sehingga ia bisa menguasai pelajaran angka-angka selama liburan musim panas.

2) Thomas Alfa Edison, ia belajar bagaimana cara menemukan lampu. Sebelum lampu pertamanya menyala ia melakukan 5000 eksperimen yang selalu berakhir dengan kegagalan. Namun cara berpikir yang dimiliki oleh Thomas Alfa Edison sangatlah positive dan tahan banting, ini membawanya kepada kreativitas tingkat tinggi.

3) Isaac Newton, lahir di Woolsthorpe-Lincolnshire, Inggris. Ia adalah seorang fisikawan, matematikawan, ahli astronomi, filsuf alam, alkimiwan, dan teolog yang berasal dari Inggris. Ayahnya yang juga bernama Isaac Newton meninggal tiga bulan sebelum kelahiran Newton. Newton dilahirkan secara prematur; Ketika Newton berumur tiga tahun, ibunya menikah kembali dan meninggalkan Newton di bawah asuhan neneknya.

Newton memulai sekolah saat tinggal bersama neneknya di desa dan kemudian dikirimkan ke sekolah bahasa di daerah Grantham dimana dia akhirnya menjadi anak terpandai di sekolahnya. Saat bersekolah di Grantham dia tinggal di-kost milik apoteker lokal (William Clarke). Sebelum meneruskan kuliah di Universitas Cambridge (usia 19), Newton sempat menjalin kasih dengan adik angkat William Clarke, Anne Storer. Namun Newton memfokuskan dirinya pada pelajaran dan kisah cintanya menjadi semakin tidak menentu/putus begitu saja.

Keluarganya mengeluarkan Newton dari sekolah dengan alasan agar dia menjadi petani saja, bagaimanapun Newton tidak menyukai pekerjaan barunya. Kepala sekolah King’s School kemudian meyakinkan ibunya untuk mengirim Newton kembali ke sekolah sehingga ia dapat menamatkan pendidikannya. Newton dapat menamatkan sekolah pada usia 18 tahun dengan nilai yang memuaskan.

Newton diterima di Trinity College Universitas Cambridge (sebagai mahasiswa yang belajar sambil bekerja untuk mengatasi masalah keuangannya). Pada saat itu, kurikulum universitas didasarkan pada ajaran Aristoteles, namun Newton lebih memilih untuk membaca gagasan-gagasan filsuf modern yang lebih maju seperti Descartes dan astronom seperti Copernicus, Galileo, dan Kepler. Ia kemudian menemukan teorema binomial umum dan mulai mengembangkan teori matematika yang pada akhirnya berkembang menjadi kalkulus.

4) Charles Darwin, lahir tanggal 12 Februari 1809 di Shropshire, Inggris. Ia anak ke lima Robert Waring Darwin. Ia belajar sesuai dengan kurikulum berbahasa Yunani Klasik. Ia tidak memperlihatkan prestasi yang banyak secara akademik. Kemudian ia mengambil jurusan kedokteran tetapi tidak banyak memperoleh kemajuan. Untuk itu ia melakukan usaha lain agar bisa maju. Ayahnya menyarahkan Darwin untuk menjadi pendeta dan belajar di Christ’s College untuk belajar teologi. Tetapi ia juga tidak memperoleh kemajuan, ia malah senang berburu dan permainan menembak.

Ternyata Darwin mempunyai minat dalam mengkoleksi tanaman, serangga, dan benda-benda geologi. Ia tertarik dengan bakat berburu sepupunya William Darwin.

Darwin mengembangkan minatnya dalam serangga dan spesies langka. Naluri ilmiah Darwin didorong oleh Alan Sedgewick, seorang ahli bumi, dan juga didorong oleh John Stevens Henslow, seorang professor botany. Darwin kemudian menjadi naturalist (pencinta alam) dan ikut melakukan ekspedisi dengan HMS Beagle. Tim ekspedisi HMS Beagle berlayar dan mengunjungi banyak negeri di lautan Pasifik Selatan sebelum kembali ke Inggris melalui Tanjung Harapan Baik di Afrika Selatan, dalam rangka mengelilingi dunia.

Darwin juga sangat dipengaruhi oleh pemikiran Thomas Malthus, dengan bukunya “Essay on the Principle of PopulationI”. Buku tersebut mengatakan bahwa populasi seharusnya bertambah sesuai dengan batas persediaan makanan, kalau tidak maka akan terjadi persaingan untuk memperebutkan makanan. Setelah membaca buku ini, Darwin memfokuskan teorinya bahwa “the diversity of species centered on the gaining of food – food being necessary both to survive and to breed”- semua jenis spesies terfokus dalam memenuhi kebutuhan makanan dan makanan berguna untuk kelangsungan hidup dan untuk berkembang biak.

Dari paparan di atas terlihat bahwa sukses seorang ilmuwan berskala dunia tidak jatuh dari langit, atau diperoleh saat kelahirannya. Kesukses sebagai ilmuwan diperoleh melalui proses kreatif (belajar kreatif) selama hidupnya.

Tidak semua orang memiliki kemampuan berganda yang hebat, Einstein misalnya pada masa kecil tidak beruntung dengan kemampuan bahasanya, namun ia mengembangkan kemampuan yang lain. Einstein bisa melejit pada bidang matematika. Bagi kita, mungkin bisa melejit pada bidang olah raga, musik, organisasi atau pada bidang lain.

Kesuksesan seorang anak juga akan terbentuk dengan dukungan orang tua seperti yang dialami Einstein, atau dukungan tokoh lain seperti yang dialami oleh Darwin. tidak mungkin seseorang bisa sukses untuk skala nasional, apalagi untuk skala internasional kalau mereka tidak betah membaca. Newton membaca gagasan-gagasan filsuf seperti Descartes dan astronom seperti Copernicus, Galileo, dan Kepler. Darwin dipengaruhi oleh pemikiran (buku) Thomas Malthus, nah bagaimana dengan anda ? Orang bisa sukses karena memiliki karakter tidak mudah putus asa, Thomas Alfa Edison, misalnya, sangat tahan banting dan tidak suka mengeluh. Sebelum menemui sebuah lampu pijar yang bisa menyala, ia harus melakukn 5 000 kali eksperimen di bengkel milik ayahnya.

Bagaimana proses belajar kreatif para ilmuwan berskala internasional ?

Cukup simple yaitu miliki suatu bakat atau minat dalam bidang ilmu (misal dalam seni, fisika, kimia, sejarah, ekonomi, geografi, dll), kemudian kembangkan minat tersebut dengan belajar keras dan lakukan otodidak. Mintalah dukungan dari orang terdekat, termasuk guru. Miliki karakter yang tahan banting (tidak suka putus asa dan mengeluh), miliki minat dan kesenangan membaca yang mendalam untuk mnambah wawasan. Untuk sukses maka diperlukan puluhan, ratusan atau ribuan kali latihan.


Tanggapan

  1. ———————-
    اَلسَّلاَ مُ عَلَيْكُمْ وَرَ حْمَةُا تُهُ اللهِ وَبَركَا تُهُ
    ——————————–
    Terima kasih Untuk penlis, yakni Pak Marohan.

    Ada suatu hal yang sangat penting diperhatiakan sekaitan dengan kreatifitas belajar sang ilmuan, mungkin perlu menjadi perhatian yang lebih serius lagi, yakni “kenapa jalan yang sama dan prosedur yang sama yng ditempuh (dalam mengembangkan kretifitas) oleh anak didik tidak mendatangkan kecemerlangan yang sama ?

    Saya hanya menemui suatu hal yang aneh, pakar pendidikan hanya mampu membuat sebuah teori atas keberhasilan seseorang, tapi teori yang dibangunnya tidak mampu membuat seseorang jadi cemerlang. Walau anak kandungnya sendiri.

    Disinilah saya meletakan keyakinan saya bahwa ” Allah menunjuki siapa yang dia kehendaki, dan menyesatkan siapa yang dia kehendaki”. Maknanya adalah, bahwa keberhasilan seseorang bukan terletak pada teori atau mengikuti alur berfikir kita.

    Selamat berdialog,……
    Wassalam

  2. uncle Jalius HR

    Je suis tellement enchantent et contet avec votre comment sur mon ecrit chaque tempt paru

    espere il fait donner le lumiere et tout comprendre

    (terima kasih pak jalius atas semua nurture comment untuk mencerahkan tulisan pencerahan ini)

    merci beacoup de Marjohan a batusangkar

  3. ———————–
    اَلسَّلاَ مُ عَلَيْكُمْ وَرَ حْمَةُا تُهُ اللهِ وَبَركَا تُهُ
    ———————————

    Yth, Pak Mar jeo han. Kali ini kita bicara tentang Pencerahan….

    Ada suatu hal yang perlu saya sampaikan pada Pak marjohan, persoalan penggunaan “istilah” oleh para intelektual di dalam masyarakat kita atau tokoh masyarakat. Kita sering menggunakan istilah yang laris manis di Pasaran. Sementara pemahaman tentangnya belum dikuasai dengan baik, sehingga penggunaannya tidak pas menurut konsep yang kita inginkan.
    Saat ini saya akan memberikan contoh tentang penggunaan istilah “pencerahan” yang telah sering Pak Marjohan sampaikan pada saya melalui tanggapan yang sangat simple atau (Responses that do not educate).
    Dari berbagai literatur yang saya baca, yang sangat penting diingat adalah bahwa istilah pencerahan sering digunakan untuk pengungkapan konsep sistem berfikir kelompok orang-orang nasrani . Mereka menggunakan istilah ini dalam rangka pembaharuan sistem analisis dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara, termasuk sistem keagamaan mereka. Setahu saya kajian-kajian tentang cara berfikir masyarakatnya yang telah tertinggal dan tidak cocok dengan perkembangan zaman. Dari kajian sejarah, sebenarnya sudah lama berlansung di dalam masyarakat eropa, yang dimulai oleh para tokoh dan cendekiawan barat. Sayangnya mereka banyak mendapat tantangan dan bahkan sering dijebloskan ke Penjara atau tiang gantungan. Naum demikian persoalan “pencerahan” tetap saja merebak, yang ditandai oleh lahirnya gerakan apa yang disebut dengan “Renaisance” dan salah seorang tokok yang sangat terkenal yang teringat oleh saya adalah Marthin Luther.
    Pendek cerita (karena memang harus dipendekan), konsep pencerahan mereka gagas untuk memberikan bandingan terhadap masyarakat muslim di daerah timur tengah, yakni masyarakat yang telah ditata berdasarkan syari’at Islam. Di saat itu sangat ketara sekali suasana masyarakat muslim yang telah “sadar akan kebenaran” jika dibandingkan dengan kondisi masyarakat Eropa yang belum tercerahkan. Demikian juga saat ini orang yang telah “sadar akan kebenaran” jauh berbeda dengan masyakat non muslim walaupun telah tercerahkan. Artinya apa ? Orang yang telah tercerahkan belum mengerti dan tidak memahami “apa itu kebenaran”. Kebenaran itu hanya bisa difahami dengan baik adalah oleh mereka yang telah “sadar”.
    Yang perlu saya ingatkan disini adalah, dalam Islam ada sebuah konsep yang sangat penting difahami oleh kita semua yakni konsep “kesadaran”. Di dalam Al-Quran tema-tema yang menyankut dengan kesadaran ini sanagat penting sekali. Dengan tema kesadaran itulah Islam bisa difahami dan menumbuhkan keimanan atau aqidah. Mungkin disini beban cendekiawan muslim yang masih tertinggal pelaksanaannya, yakni “ Penyadaran “.
    Kedua konsep ( “pencerahan” dan “penyadaran” ) sangat berbeda, baik dari segi dasar ataupun implementasinya.
    Demikian untuk sementara, selamat berdiskusi, kalau ada yang keliru silahkan untuk dikoreksi.

    Wassalam.

  4. Dear Penulis

    Saya punya komentar berbeza dari Bpk yang di atas, yang cenderung memandang tulisan “opini Proses belajar Kreatif”, tidak bernilai, malah tulisan yang ditulis oleh Pak Jalius sulit untuk saya pahami (maaf ya) saya mengomentari bahwa tulisan atau artikel di atas sangat layak untuk di baca. Pasti buku school healing yang beliau tulis juga menarik, kalau tidak mana mau penerbit mencetaknya. dan saya udah beli buku tersebut di gramedia van java di bandung

    terima kasih.

  5. sangat inspiratif dan mencerahkan :)


Tinggalkan komentar

Kategori