Oleh: Redaksi e-Newsletterdisdik | Maret 26, 2011

MENTAL

M E N T A L

Oleh: Drs. H. Athor Subroto, M. Si
Dosen  Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri (STAIN) Kediri

Warna perilaku seseorang – tergantung mentalnya. Bahkan,  pola fikir, tutur kata dan  tindakannya – merupakan cerminan mental yang ada dalam dirinya. Apabila mentalnya bagus, maka semuanya juga bagus. Sebaliknya, apabila buruk, maka buruklah segalanya. Mental – memiliki peranan yang amat penting dalam kehidupan seseorang. Baik buruknya seseorang, sangat dipengaruhi mentalnya.

Apakah mental itu. Dan apa bedanya dengan moral. Mental ialah: 1 a (segala sesuatu yang) bersangkutan dengan batin dan watak manusia, yang bukan bersifat badan atau tenaga. Contoh: bukan hanya pembangunan fisik yang diperhatikan, melainkan juga pembangunan mental; 2 n batin dan watak. Contoh: mental baja, kemauan keras dan tegar. Mentalitas: n keadaan dan aktifitas jiwa (batin), cara berfikir, dan berperasaan. Contoh: faktor mental merupkan faktor penentu di pembangunan. (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 2000: 733)

Mental lebih dekat dengan qalb (Bhs Arab). Qalb, fuad: hati, lubuk hati, jantung. Qalb, quwwah, syajaa’ah: kekuatan, keberanian. Qalb, jauhar, lubb, shamiim: inti, esensi, bagian dalam. Qawiyyu al qalb: yang berani. Qaasii al qalb: yang bengis, kejam. Qalbaa wa qaalibaa: dengan sepenuh hati/jiwa raga, total. Maradhu al qalb: penyakit hati (hasud, takabur, kidzb, dsb). Musaa’adatun qalbiyyah: (bantuan) yang tulus ikhlas. (Kamus Kontemporer Arab Indonesia, 1999: 1467)

Apa bedanya mental dengan moral ? Moral ialah: ajaran tentang baik buruk yang diterima umum mengenai perbuatan, sikap, kewajiban, dsb. Bermoral, mempunyai pertimbangan (tentang) baik buruk (sesuatu). Moralitas: sopan santun, segala sesuatu yang berhubungan dengan etika atau adat sopan santun. (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 2000: 754-755).

Moral lebih dekat dengan akhlak (Bhs Arab). Akhlak ialah: watak, budi pekerti, karakter (Kamus Kontemporer Arab Indonesia, 1999: 856). Contoh: Akhlak mereka sudah bejat, (kesukaan) mereka hanya minum-minuman dan mabuk-mabukan, bermain judi, dan bermain perempuan/laki-laki.

Apakah yang dapat membentuk dan mempengaruhi mental seseorang, sehingga berperilaku baik atau buruk. Ini banyak faktor. Bisa karena darah keturunan, suasana lingkungan keluarga, pendidikan sekolah dan pergaulan.

Darah orang tua – akan mudah mengalir kepada anak dan keturunannya. Kalau mental orang tuanya bagus, anak-anaknya juga akan bagus. Walau ada satu dua yang berbeda. Orang bilang, kacang ora ninggalno lanjarane. (Pohon) kacang tidak meninggalkan tiang penyangganya. Ada juga, buah jatuh tidak jauh dari pohonnya. Artinya, (mental) anak tidak akan jauh berbeda dengan orang tuanya.

Di sini, pentingnya orang tua untuk membangun mentalnya sendiri menjadi baik, agar anak keturunannya bisa mencontoh. Kalau tidak, (maaf) ya sama saja – anak dengan orang tuanya – sama-sama memprihatinkan.

Suasana lingkungan keluarga akan mempengaruhi mental dan sekaligus perilaku anggota keluarga. Kasih sayang dalam keluarga, akan membentuk mental anak-anak menjadi pengasih dan penyayang. Begitu juga sebaliknya, mereka akan memiliki sifat saling membenci satu sama lain. Menciptakan suasana harmonis dan saling menyayangi di dalam keluarga – adalah menjadi tugas bersama anggauta keluarga. Sehingga, lingkungan keluarga mampu membentuk mental seluruh anggotanya menjadi mulia.

Pendidikan sekolah menempati peranan yang amat penting dalam pembentukan mental anak bangsa. Bukan hanya materi pendidikan dan jumlah jam saja – yang dapat membentuk mental murid-murid. Melainkan sistem sekolah dan suri teladan para pendidik sangat penting. Bagaimana menyusun jadwal pelajaran, memberlakukan seragam sekolah, pengadaan kantin, kamar mandi, kamar kecil, dan mushalla. Tidak kalah penting – etika pergaulan para guru. Utamanya – guru laki-laki dan perempuan.

Begitu pula – tingkat rasa keadilan di dalam memperlakukan siswa satu dengan lainnya. Rasa kasih sayang atau kebencian pendidik kepada para siswa – sangat besar pengaruhnya. Perilaku guru di sekolah – cukup besar pula andilnya dalam pembentukan mental. Ada pepatah, guru kencing berdiri, murid kencing berlari. Malah sekarang pepatah itu dipelintir tambah parah, menjadi, guru kencing beridiri, murid mengencingi guru. Na’uzhu billah.

Lembaga pendidikan Islam atau madrasah menempati peranan sangat penting. Madrasah, dapat memposisikan dirinya untuk menjadi pelopor dalam upaya pembentukan mental anak didiknya. Dari madrasah, akan lahir anak-anak bangsa yang memiliki mental baik dan terpuji. Di samping memiliki kurikulum agama (Islam) yang lebih lengkap, madrasah juga didukung dengan para pendidik yang profesional di bidangnya. Mulai dari pola fikir, tutur kata, perilaku, cara berpakaian, kebijakan, dan yang lainnya – guru madrasah menjadi uswatun hasanah bagi para siswanya. Bahkan, bagi masyarakat sekitarnya.

Tidak kalah pentingnya pengaruh lingkungan pergaulan di masyarakat. Anak-anak jadi tukang misuh atau berkata kotor, itu juga bisa dari pengaruh teman pergaulan. Anak-anak jadi bermental preman, tukang jambret, pemabuk, penjudi, pencuri dan lain sebagainya – juga bisa dari pengaruh pergaulan. Bergaul dengan pedagang, akan pandai jual beli. Bergaul dengan pendidik, akan mudah jadi guru. Bergaul dengan penjudi, akan pandai berjudi. Bergaul dengan tukang adu doro (merpati), dia akan suka adu doro. Bergaul dengan penjual kapur, dia pulang akan bertabur putih. Bergaul dengan arang, pulang membawa goresan hitam. Bergaul dengan penjual minyak wangi, dia akan pulang dengan bau harum, dan seterusnya.

Rasulullah Saw diutus kemuka bumi untuk menyempurnakan akhlak. Sebagaimana sabda beliau yang artinya: “Sesungguhnya tidaklah aku diutus kecuali untuk menyempurnakan budi pekerti.” (HR. Ahmad)

Hadits ini menunjukkan – betapa pentingnya akhlak dalam kehidupan. Sampai-sampai Allah menurunkan utusannya ke muka bumi – untuk  menyempurnakan budi pekerti umat manusia. Barangkali – akhlak manusia saat itu sudah pada tataran puncak kebejatan. Tidak ada tatanan dan perlindungan hukum yang jelas dalam kehidupan. Semua berjalan mengikuti kehendaknya masing-masing. Kadang – satu sama lain saling berbenturan kepentingan. Ujung-ujungnya – pertikaian dan pertumpahan darah.

Kehidupan jahiliyah menjadi bukti sejarah, bahwa masyarakatnya bermental bejat. Ingin kaya, rame-rame merampok. Ingin kedudukan (manjadi kepala kabilah, suku) – membunuh lawan kelompoknya (baca: lawan politiknya). Ingin wanita cantik, mencari wanita panggilan (baca: PSK), dan begitu sebaliknya. Punya anak perempuan, ditanam hidup-hidup. Mereka malu, karena wanita tidak bisa diajak berperang dan merampok. Mereka lebih menyukai permusuhan, perkelahian dan peperangan. Tidak ada ketentraman dan kedamaian di sana. Yang ada, kisruh dan ribut. Atau (mungkin) diciptakan suasana seperti itu – untuk mengalihkan issu lama ke issu baru (baca, managemen conflik). Tidak kondusif.

Kaum jahiliyyah – menuhankan berhala. Mereka suka membenci dan membunuh orang-orang yang bermental mulia. Pengikut Nabi Muhammad Saw, menjadi sasarannya untuk disiksa dan dianiaya. Contohnya, Bilal bin Rabbah. Dia pengikut setia Rasulullah Saw. Pernah dia disiksa oleh Abu Jahal. Disuruh lepas kainnya, diterlentangkan di padang pasir di bawah terik matahari yang sangat panas. Perutnya ditimbuni batu-batu besar yang panas pula. Dalam kondisi perut kosong, letih dan lelah – Bilal disiksa amat pedihnya. Bilal dipaksa untuk menuhankan berhala Manna, Latta dan Uzza. Tapi, calon penghuni surga itu – mulutnya tetap berkata “ahad, ahad, ahad” (satu, satu, satu). Saat itu, orang memiliki mental mulia, justeru mendapat ancaman, ujian dan siksaan seperti itu dahsyatnya.

Begitu sudah – bejatnya mental masyarakat Jahiliyah. Jangan sampai mucul lagi kebejatan seperti itu – di negara kita tercinta Indonesia. Kalau sampai merembet atau bahkan membudaya di negara Pancasila ini, maka bisa berbahaya. Tidak ada ketenangan dan ketentraman dalam kehidupan. Bahkan bisa juga – tidak ada kepastian hukum di negara yang berdasarkan Pancasila dan UUD 1945 ini.

Menjadi tugas bersama, antara pemerintah dan masyarakat – untuk membangun mental bangsa. Para pemimpinnya – mesti dapat memberikan contoh yang baik dan berlaku adil kepada rakyatnya. Jangan ada kalimat tebang pilih – dalam penegakan hukum. Para Kyai, (mohon maaf) lebih afdhal kembali ke pesantren dan mengurangi kegiatan politik praktis. Kasihan para santrinya. Mereka berguru kepada siapa – kalau para pengasuh pondok semuanya meninggalkan pesantren.

Sejarah membuktikan, tokoh agama – memiliki peranan dan pengaruh sangat besar – dalam upaya pembangunan mental di tanah air Indonesia. Kegiatan ini – berlangsung sejak zaman penjajahan Belanda. Kyai, adalah benteng mental anak bangsa yang sangat diperhitungkan oleh para penjajah. Jiwa anti penjajahan – sering muncul dari dunia pesantren. Dari pesantren ini – melahirkan pejuang anti penjajah. Dan dari pesantren pula, muncul kekuatan untuk merebut kemerdekaan Indonesia. Pesantren, pembangun mental anak bangsa yang handal, demi negaranya. Apabila mental bangsanya baik, maka baiklah negaranya. Apabila rusak mental bangsanya, maka rusak pula negaranya. Bagaimana sekarang?

Allah Swt telah mengingatkan – betapa bahayanya bila mental manusia rusak. Kesengsaraan yang akan ia dapatkan. Firman-Nya dalam al-Qur’an Surat Al-A’raaf [7] ayat 179 yang artinya:  “Dan sesungguhnya Kami jadikan untuk (isi neraka Jahannam) kebanyakan dari jin dan manusia, mereka mempunyai hati, tetapi tidak dipergunakannya untuk memahami (ayat-ayat Allah) dan mereka mempunyai mata (tetapi) tidak dipergunakannya untuk melihat (tanda-tanda kekuasaan Allah), dan mereka mempunyai telinga (tetapi) tidak dipergunakannya untuk mendengar (ayat-ayat Allah). Mereka itu sebagai binatang ternak, bahkan mereka lebih sesat lagi. Mereka itulah orang-orang yang lalai.” (QS. Al-A’raaf [7]: 179)

Ayat ini sebuah sindirian kepada umat manusia yang hati, mata dan telinganya tidak berfungsi. Tidak berfungsi, identik dengan rusak. Allah menyindirnya – sebagai binatang. Hidupnya, tidak beraturan. Ingin makan, tidak melihat (dulu) itu milik siapa. Ingin buang hajat, tidak melihat tempat. Bahkan, ingin istirahat atau tidur – di mana ia suka. Binatang (liar), identik dengan mental rendah, hina dan kerusakan.

Inilah lalu – negara Jiran Malaisya, lebih mendahulukan pembangunan mental bangsanya dari pada fisik bangunannya – pasca krisis ekonomi global belasan tahun yang lalu. Sekarang, lebih dahulu bangkit  dari pada negara berkembang lainnya. Negara Jiran – menanamkan pentingnya semangat tinggi dalam membangun kehidupan bangsa dan negaranya. Ditanamkan budaya disiplin, jujur, amanah, akhlak mulia, cerdas, tanggung jawab dan kwalitas mental lainnya. Setelah bangsanya bermental baik, dimulai membangun sarana dan parasana lahiriyah – lebih intens. Seperti, pusat-pusat perbelanjaan, transportasi, sentral komunikasi, kantor berita, pelayanan kesehatan, dan lain sebagainya.

Masyarakatnya memandang – pentingnya sarana dan prasarana yang dibangun pemerintah. Ia sangat berguna untuk membangun kehidupan bangsanya kedepan. Mereka memiliki kesadaran tinggi untuk memanfaatkan semaksimal mungkin – sekaligus memeliharanya (self of belonging, melu handarbeni, rumongso melu nduwe [Jawa]). Bukan malah dirusak, dirobohkan dan dibakar. Mental masyarakat negeri Jiran – setingkat lebih tinggi dibanding negara berkembang lainnya.

Rasulullah Saw pernah bersabda yang artinya:

“Sesungguhnya di dalam tubuh manusia itu ada segumpal daging, apabila daging itu baik, maka baiklah seluruhnya. Dan apabila rusak, maka rusaklah seluruhnya. Ketahuilah bahwa ia adalah hati.” (HR. Bukhari)

Betapa pentingnya membangun dan sekaligus menjaga kondisi hati bagi semua pihak – dalam kehidupan sehari-hari. Hati, memang perlu dimenej, sehingga anak-anak bangsa ini – bermental mulia dan berperilaku baik. Semoga. (AS)

———
Download artikel ini dalam format word document [klik disini]


Tanggapan

  1. Assalamualaikum, Kak. kami mohon segenap keikhlasan utuk memberi komentar berupa kritik, saran dsb di postingan kami yang berkaitan dgn “School Contest V”, melihat Kakak (Anda) pandai dalam menulis. tampak pada postingan Kakak (Anda) luar biasa. mohon bantuan dan dukungan, terima kasih. http://www.siteislami.co.cc ^^

  2. Waalaikumusalam wr. wb.
    Saya terima ksh atas tanggapannya. Dan mengharapkan tanggapan berikutnya terhadap tulisan-s saya.
    Mhn dg hormat, utk diutarakan existensi “School Contest V” dan programnya, shg bisa memberikan kpd saya gambaran lembaga tsb. Insya Allah saya bs sampaikan sekedar komentar sesuai kemampuan saya.
    Demikian, mhn maaf dan terima kasih.
    Hormat saya

    Athor Subroto

  3. BAGI MUSLIM YANG HARUS TERUS KITA REVOLUSI ITU AKHLAQ KITA BUKAN MENTAL
    Innama bu’itstu liutammima makarima al akhlaqi, yang artinya: Bahwasanya aku (Muhammad) diutus menjadi Rasul tak lain adalah untuk menyempurnakan akhlak mulia.
    Menurut Imam Ghazali, akhlak adalah keadaan yang bersifat batin dimana dari sana lahir perbuatan dengan mudah tanpa dipikir dan tanpa dihitung resikonya
    (al khuluqu haiatun rasikhotun tashduru ‘anha al afal bi suhulatin wa yusrin min ghoiri hajatin act_ fikrin wa ruwiyyatin.
    Sedangkan ilmu akhlak adalah ilmu yang berbicara tentang baik dan buruk dari suatu perbuatan.
    Dari definisi itu maka dapat difahami bahwa istilah akhlak adalah netral, artinya ada akhlak yang terpuji (al akhlaq al mah­mudah) dan ada akhlak yang tercela (al akhlaq al mazmumah).
    Ketika ber­bicara tentang nilai baik buruk maka munculah persoalan tentang konsep baik buruk. Konsep baik buruk perspektip ilmu Akhlak berasal dari kata kholaqo yang artinya penciptaan, maka nilai kebaikan dari akhlaq besiknya adalah dari nilai kebaikan universal, yakni sifat-sifat kebaikan yang dimiliki oleh Tuhan Yang Maha Baik. Oleh karena itu sumber utama nilai akhlak adalah wahyu. Dari sinilah kemudian terjadi perbedaan konsep antara akhlak dengan etika.

  4. Lasem , mental bicara tentang sikap yg dibentuk oleh pola pikir. Yg berupa sikap mental yaitu. Ketaatan pada aturan sedanhkan moral bicara tentang rasa yg dibentuk oleh kehendak hati. Yg berupa rasa hormat pada aturan .
    Rasa hormat pada aturan itu bisa bersifat heteronom atau menggantung pada orang lain. Bisa bersifat otonom atau tidak menggantung pada siapapun kecuali pada Allah .


Tinggalkan komentar

Kategori