Oleh: Redaksi e-Newsletterdisdik | Desember 16, 2011

Pendidikan Karakter : Mengembalikan Pendidikan Pancasila yang Hilang

Pendidikan Karakter :

Mengembalikan Pendidikan Pancasila yang Hilang

Oleh :   Drs. Marijan
Praktisi Pendidikan di SMPN 5 Wates Kulonprogo DIY

Berbicara tentang  Pancasila mengingatkan kita kepada era orde baru. Walaupun orde baru sering dikonotasikan dengan era yang penuh indoktrinasi, penekanan dari atas, dikatator, dan militerisme akan tetapi orde baru berhasil menanamkan nilai keutamaan hidup yang dikandung Pancasila. Pancasila diajarkan dalam konteks yang sangat formal. Melalui penataran P4-nya, pengertian, dan  pemahaman Pancasila merambah hingga kader-kader desa di pelosok sekali pun. Hal ini dikarenakan rakyat dikenalkan dengan nilai-nilai keutamaan Pancasila. Pancasila benar-benar masuk dalam kognitif setiap rakyat, lebih-lebih para peserta didik. Pada gilirannya Pancasila dipedomani sebagai model dalam pembentukan  karakter anak bangsa yang ditanamkan pada generasi muda.

Di era reformasi ini roh Pancasila sedikit demi sedikit makin hilang dari kehidupan masyarakat.  Penataran P4 sebagai strategi andalan pemasyarakatan  Pancasila dihapuskan. Pelajaran Pendidikan Moral Pancasila ditiadakan yang berakibat siswa/masyarakat  makin tidak mengenal nilai-nilai Pancasila.

Keragaman nilai dalam Pancasila sesungguhnya merupakan modal dasar bagi pengejawantahan hakekat pendidikan. Mengingat nilai-nilai dasar Pancasila sangat strategis dalam pembentukan kualitas bangsa  kiranya perlu Pancasila dikembalikan pada generasi yang kini ditinggalkannya. Melalui pendidikan dan pembiasaan yang diterapkan di sekolah, Pancasila diharapkan tidak hanya berhenti pada penghafalan naskah dalam tataran wacana kognitif. Pancasila hendaknya ditanamkan dalam pengertian yang dipahamkan melalui penguatan pembiasaan. Dan tidak kalah pentingnya dilakukan evaluasi  dari penerapan kesehariannya.

Nilai Ketuhanan Yang Maha Esa, dapat kita tuangkan dalam kegiatan pembelajaran maupun dalam pembiasaan di luar jam pelajaran. Mengistirahatkan peserta didik pukul 12.00 WIB guna shalat dzuhur berjamaah di musholla sekolah adalah bentuk penerapan pembiasaan yang patut mendapat apresiasi positif. Toleransi terhadap sesama merupakan penjabaran sila pertama seharusnya dikembangkan di sekolah.

Kemanusiaan yang adil dan beradab menuntun kita untuk memberadabkan orang lain sebagai modal utama kesuksesan dalam relasi sosial. Sekolah hendaknya memberdayakan peserta didik dalam kemampuannya untuk membangun sikap agar menarik bagi orang lain dan menjaga kemenarikannya itu. Menarik bukan berarti eksen yang berlebihan tetapi cukup bersikap yang wajar seperti berpakaian yang sopan, menjaga kebersihan diri dan lingkungannya, bertutur kata yang tidak menusuk orang lain dan selalu meningkatkan semangat belajar yang tinggi. Diskusi dan presentasi dalam pembelajaran merupakan bentuk pemberadaban sesama. Melalui pemaparan argumen bagi kelompok presenter akan menumbuhkan sikap saling menghargai pendapat. Hal ini akan menyadarkan bahwa setiap insan memiliki pendapat dan berada sejajar dengan pendapat orang lain yang mungkin sangat berbeda.

Sila Persatuan Indonesia dapat diterjemahkan dalam proses pembelajaran dengan ditunjukkan banyaknya perbedaan yang ada pada setiap insan peserta didik. Perbedaan dalam kekayaan, garis keturunan, status sosial, agama, ras dan lain-lain akan sangat bermanfaat bagi kekuatan bangsa apabila dibarengi dengan tumbuh suburnya rasa persatuan. Untuk menumbuhkan persatuan, setiap individu  dibimbing untuk cinta terhadap tanah air. Cinta dengan bahasa daerah, adat, kebudayaannya tetapi tidak untuk diperdebatkan perbedaannya merupakan upaya sederhana dan strategis guna menggapai kekuatan persatuan. Tumbuhkan konsep bahwa perbedaan itu pasti ada. Perbedaan itu tak akan hilang. Perbedaan yang menyatu justru menjadi kekuatan yang luar biasa.

Kerakyatan yang dipimpin oleh hikat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/ perwakilan kini sedang ditonjolkan oleh republik ini. Demokrasi yang disampaikan dalam pesan sebuah pembelajaran tentu demokrasi yang tidak kebablasan hingga merusak sila yang lain. Kenalkan peserta didik dengan prosedur yang benar sesuai dengan aturan yang ada. Tanamkan pembiasaan mentaati tata tertib dengan sungguh-sungguh sehingga terbangun  generasi yang tahu,mau dan mampu berdisiplin. Kebebasan berpendapat memang hak warga negara akan tetapi peserta didik perlu ditumbuhkan pengertian dan pemahaman bahwa kebebasan berpendapat yang dimaksud harus bertanggung jawab. Artinya kebebasan setiap warga negara berada di samping kebebasan berpendapat orang lain.

Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia dapat dipedomani sebagai fondamen kepekaan sosial. Tanamkan kepada peserta didik sebuah konsep adil terhadap sosial (orang lain ) sebagaimana orang lain itu seperti diri sendiri. Artinya, orang lain harus dirasakan sebagai wahana juang dari seorang individu. Pendek kata, berjuang untuk sesama bukan untuk dirinya sendiri melulu adalah indikasi dari sikap adil terhadap sosial. Menengok teman yang sakit atau kena musibah dan mengumpulkan dana sosial untuk musibah di tempat lain adalah bentuk-bentuk pembiasaan yang perlu ditumbuhsuburkan kepada peserta didik.

—————–
Download artikel ini dalam format word document [klik disini]


Tinggalkan komentar

Kategori