Oleh: Redaksi e-Newsletterdisdik | Juni 1, 2011

PENYAKIT GURU YANG MEMBAHAYAKAN

PENYAKIT GURU YANG MEMBAHAYAKAN  

Oleh : Dedi Suherman
Guru SDN 1 Jati Kec. Batujajar Kab. Bandung Barat

Dari beberapa faktor penunjang keberhasilan pendidikan sehingga mampu melahirkan siswa yang berprestasi , faktor guru sangat dominan adanya. Peran guru sangat penting  terhadap baik buruknya mutu pendidikan. Ungkapan “guru kencing berdiri murid kencing berlari” rasanya masih belum usang. Bila sampai sangat ini mutu pendidikan di Indonesia dinilai oleh berbagai pihak masih relatif rendah, maka perlu diakui salah satu penyebab utamanya adalah kualitas kompetensi guru relatif rendah, di samping faktor-faktor lain yang menjadi penyebabnya. Misalnya, sarana prasarana pendidikan yang kurang refresentatif, manajemen pendidikan yang masih carut marut.

Mengapa masih banyak guru yang belum profesional alias tidak berkualitas? Berdasarkan hasil riset dan survey berbagai pihak ditemukan beberapa penyakit yang bersarang pada diri guru sehingga guru tersebut tidak profesional dalam melaksanakan tugas dan kewajibannya. Ada beberapa penyakit berbahaya yang melemahkan kualitas guru dalam melaksanakan tugas sehingga berdampak negatif terhadap upaya peningkatan mutu pendidikan, diantaranya :

  1. ASMA (Asal masuk kelas). Ketika guru masuk ke kelas tanpa disertai persiapan dan perencanaan matang secara tertulis dan sistematis
  2. ASAM URAT (Asal Sampai Materi Urutan tidak Akurat). Cara menyajikan materi pelajaran masih konvensional, sering memakai metode CBSA (Cul Budak Sina Anteng), metode tugas mencatat paling sering dilakukan. Kadang-kadang batas materi pelajaran yang disampaikan gurupun tidak tahu.
  3. BATUK (Baca Ngantuk). Umumnya guru malas membaca, sekali-kali membaca kantuk datang menggoda akhirnya membaca tak tahan lama. Karena jarang membaca ilmunya tidak bertambah, wawasannya tidak luas. Materi pelajaran yang diberikan kepada siswa tidak mengikuti perubahan dan perkembangan ilmu pengetahuan. Jadilah guru yang jumud, kaku bahkan ortodok.
  4. DIABETES (Dihadapan Anak Bekerja Tidak Series)
  5. DIARE (Di kelas Anak diRemehkan). Potensi, bakat dan minat anak kurang diperhatikan, sehingga proses belajar mengajar monoton, tidak menumbuh kembangkan potensi anak didik tapi justru sering membunuh potensi, bakat dan minat anak didik.
  6. GATAL (Gaji Tambah Aktifitas Lesu). Gaji ingin terus bertambah, tapi melaksanakan tugas kewajiban tidak mau berubah. Mengikuti sertifikasi sangat ambisi padahal kurang memiliki kompetensi tujuan utamanya ingin berpenghasilan tinggi mendapat gaji tunjangan profesi.
  7. GINJAL (Gaji Nihil Jarang Aktif dan Lambat). Gaji minus tiap bulan karena habis oleh kredit bank akhirnya hilanglah gairah bekerja, pudar semangat mengajar.
  8. HIPERTENSI (Hilang Perhatian Terhadap Nasib Siswa). Prestasi siswa tidak diperhatikan, mau pintar atau bodoh masa bodo, tidak ada upaya pengayaan bagi siswa berprestasi dan tidak ada upaya perbaikan atau remedial kepada siswa yang masih kurang berprestasi.
  9. KANKER (Kantong Kering). Gaji satu bulan habis satu minggu, karena besar pasak daripada tiang, tinggi kemauan rendah kemampuan. Penghasilan tidak memenuhi kebutuhan, akibatnya hilanglah semangat melaksanakan tugas, malas masuk kelas, sering mangkir tidak hadir.
  10. KUDIS (Kurang Disiplin) melaksanakan tugas asal-asalan tidak tepat waktu, tidak akurat rencana dan program.
  11. KURAP (Kurang Rapih). Penampilan pisik (performan) acak-acakan, persiapan administrasi KBM asal-asalan.
  12. KUSTA (Kurang Strategi). Tampil mengajar dihadapan siswa hanya menggunakan metode ceramah sehingga membosankan, tidak menggunakan berbagai metoda mengajar sehingga tidak membangkitkan semangat belajar siswa.
  13. MUAL (Mutu Amat Lemah) masih banyak guru yang belum memiliki kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi sosial dan kompetensi profesional yang ideal. Kurang menguasai materi pelajaran dan metoda pembelajaran.
  14. LESU (Lemah Sumber). Buku sumber pelajaran hanya mengandalkan buku paket, tidak memiliki buku referensi yang vareatif dan representatif sehingga wawasannya sempit
  15. LIPER (Lekas Ingin Pergi). Tidak betah berada di sekolah, tidak antusias masuk ke kelas bahkan sebaliknya ingin segera pulang untuk mencari penghasilan tambahan. Kadang-kadang usaha sampingan diutamakan tugas utama mengajar dilupakan.
  16. PROSTAT (Program dan Strategi tidak dicatat). Ketika KBM tidak disertai Silabus dan RPP, tanpa dilengkapi program dan strategi mengajar yang ditulis sistematis.
  17. REMATIK (Rendah Motivasi Anak Tidak Simpatik). Tidak semangat ketika mengajar dihadapan anak didik, performan tidak menarik  sehingga anak didik tidak simpatik bahkan sebaliknya antipati akhirnya melemahkan bahkan menghilangkan gairah belajar. Tampil mengajar tidak menyenangkan siswa.
  18. STRUK (Suka Terlambat Untuk masuk Kelas)
  19. T B C (Tidak Bisa Computer) alias gaptek (gagap teknologi), tidak ada usaha untuk meng-up grade kompetensi diri, sehingga penguasaan teknologi informasi dan komunikasi kalah oleh siswa.
  20. TIPUS (Tidak Punya Selera). Ketika melaksanakan kegiatan belajar mengajar dihadapan siswa tidak semangat, kurang gairah

Waspadalah jenis-jenis penyakit di atas jangan sampai diderita oleh para guru. Apabila macam-macam jenis penyakit kronis tersebut di atas bersemayam dalam sikap mental dan psikologis guru sehingga mengalami komplikasi akut, maka sangat membahayakan terhadap kualitas pendidikan siswa. Jenis-jenis penyakit mental di atas termasuk penyakit menular yang dapat melumpuhkan bahkan membunuh potensi yang dimiliki siswa. Dampak negatifnya potensi yang dimiliki siswa bukan meningkat menjadi kompetensi tapi justru membuat siswa impotensi, kurang berprestasi.

Sebelum berbagai penyakit di atas semakin mewabah dan merambah pada jiwa setiap guru, maka perlu segera melakukan tindakan antisipatif dan preventif dengan meminum obat mujarab yaitu “IMTAK” dan “IPTEK” (meningkatkan kualitas keimanan dan merealisasikan ketakwaan serta menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi).

Seberapapun besar dana yang disediakan untuk memperbaiki dan meningkatkan mutu pendidikan bila tidak ditunjang oleh mutu pendidik karena sudah terjangkit penyakit, yakinlah prestasi siswa sulit bangkit.

“Be Good A Teacher or Never”
“Lebih baik tidak jadi guru daripada jadi guru tidak baik”  

————-
Download artikel ini dalam format file word document [klik disini]

Artikel Terkait:


Tanggapan

  1. Mantap sekali paparannya Pak Dedi, Memang begitulah kondisi tenaga pendidik kita saat ini. tapi Pak dedi tidak memberikan usaha kongkrit yang jelas untuk dapat mendorong tenaga pendidik untuk tidak terhinggapi penyakit-penyakit tersebut, hanya sekedar menyatakan:”maka perlu segera melakukan tindakan antisipatif dan preventif dengan meminum obat mujarab yaitu “IMTAK” dan “IPTEK”. Untuk itu saya minta Pak Dedi dapat memberikan contoh yang konkrit! Hidup Guru………………!

  2. pak, boleh saya copy paste ke blog saya?

  3. […] Dedi Suherman (Guru SDN 1 Jati Kec. Batujajar Kab. Bandung Barat) >>>  http://enewsletterd… […]

  4. —————
    السلام عليكم ورحمة الله وبركا ته
    ———————————
    Apa yang disampaikan Dedi Suherman di atas sedikit kurang etis. Penyakit itu bukan penyakit “Guru”. Anda harus tahu apa yang dikatakan “Guru”. Setahu saya dalam konsep guru tidak ada penyakit. Yang ada penyakit pada diri seseorang.

    Nama-nama penyakit itu kurang etis dipublikasikan di media masa ini.
    Kalau berita ini dibaca oleh banyak anak didik (murid-murid sekolah) mereka kemungkinan besar akan menghafal dan menyebarkannya sesasama mereka. Sehingga tidak jarang akan terjadi akan ada guru-guru yang diberi gelar oleh siswanya, sesuai dengan nama penyakit yang telah dipublikasikan oleh Dedi Suherman ini. Masyarakat mungkin juga akan ikut-ikutan menempelkan label penyakit itu pada guru yang mengajar di masyarakat tsbt.

    Saran saya, kita perlu menjaga kehormatan seorang yang berstatus “guru”.
    Penyakit yang telah terpublikasi ini sebaiknya ditarik kembali.

    Wassalam.

  5. Bagaimana dengan guru yang kelihatan keren tidak “SAKIT” TAPI hampir setiap bulan bahkan setiap minggu ber “KTSP” K-eluar T-inggalkan S-ekolah P-elatihan2-penataran?
    Kan lebih baik “ASMA”
    Kunci utama keberhasilan guru adalah rajin masuk kelas mengajar dan memperhatikan dengan penuh kasih kemajuan dan kekurangan anak didiknya.

  6. Saya setuju pendapat Pa Julius, itu semua bukan penyakit guru. tapi itu sebutan bagi mereka yg memang suka berlaku demikian.
    Saya sadari , kadang saya sendiri suka bersikap demikian, tapi itu semua karena kondisi dan keadaan yg tidak memungkinkan.
    Kalau boleh tahu, bagaimana cara mengirimkan keluhan /artikel saya pada blog ini agar yang berwenang tahu bagaimana kondisi guru di daerah, ( maaf bukan maksud menghasud atau merendahkan karena itu semua saya alami sendiri)
    Terimakasih

  7. Saya setuju pendapat Pa Julius.itu bukan penyakit guru,tetapi kebiasaan guru yg tidak bertanggung jawab,
    Poin no 7,GINJAL , itu saya rasakan sendiri, tapi bukan Gaji Nihil Jarang Aktif dan Lambat.
    Gaji saya malah minus bertahun tahun(mulai Mei 2007 – sekarang ) tapi saya berusaha untuk tetap melaksanakan tugas walau tidak semestinya,
    Namun alhamdulillah,SPKS ada yg bisa masuk tk kabupaten.
    Mungkin bertanya mengapa sampai minus? bukan memalikan diri sendiri, karena itu semua untuk kesembuhan istri saya, namun sekarang telah
    menghadap Tuhan YME.
    Penyakit itu hanyalah candaan di lingkungan masing2m tidak perlu dipublikasikan. Terimakasih.


Tinggalkan Balasan ke jajjang kusnandar Batalkan balasan

Kategori