Oleh: Redaksi e-Newsletterdisdik | Juli 7, 2011

Khutbah Jum’at: Bahaya Dekadensi Moral

Khutbah Jum’at :

Bahaya Dekadensi Moral

Oleh : Drs. H. Athor Subroto, M. Si
Dosen  Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri (STAIN) Kediri

ألسلام عليكم ورحمة الله وبركاته

اَلْحَمْدُ للهِ الَّذِى شَرَّفَ الْمُؤْمِنِيْنَ بِشَرَافَةِ نُوْرِ اْلإِيْمَانِ، وَوَعَدَهُمْ بِدُخُوْلِ الْجَنَّةِ خَالِدِيْنَ فِيْهَا وَيَخْدِمُهُمُ الْحُوْرُ وَالْوِلْدَانُ. أَشْهَدُ اَنْ لاَّ اِلهَ  اِلاَّ اللهُ  وَحْدَهُ  لاَ شَرِيْكَ لَهُ ، يَفُوْزُ  قَائِلُهَا فِى دَارِاْلأَمَانِ. وَاَشْهَدُ اَنَّ سَيِّدَنَامُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ، اَلْوَسِيْلَةُ الْعُظْمَى لِنَيْلِ الْغُفْرَانِ. اَللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلَى نَبِيِّكَ وَرَسُوْلِكَ الْكَرِيْمِ سَيِّدِنَا وَمَوْلاَ نَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى الِهِ وَاَصْحَابِهِ  السَّابِقِيْنَ  بِاْلإِيْمَانِ وَسَلَّمَ تَسْلِيْمًا كَثِيْرًا. أَمَّا بَعْدُ، فَيَا أَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوْا اللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلَاتَمُوْتُنَّ إِلَّاوَأَنْتُمْ مُسْلِمُوْنَ. قَالَ تَعَالَى :

وَلَوْ أَنَّ أَهْلَ الْقُرَىٰ آمَنُوا وَاتَّقَوْا لَفَتَحْنَا عَلَيْهِم بَرَكَاتٍ مِّنَ السَّمَاءِ وَالْأَرْضِ وَلَـٰكِن كَذَّبُوا فَأَخَذْنَاهُم بِمَا كَانُوا يَكْسِبُونَ (الأعراف:96)

Ma’asyiral Muslimin Rahimakumullah

Mari kita berusaha meningkatkan iman dan taqwa dengan sebenar-benarnya. Melaksanakan semua perintah Allah, dan menjauhi segala larangan-Nya. Kita sadar, bahwa kadar iman dan taqwa seseorang itu bisa naik dan bisa turun. Naiknya kadar keduanya, ditandai dengan peningkatan amal shalih. Dan merosotnya, ditandai dengan lemahnya amal ibadah.

Oleh karena itu, kita senantiasa meningkatkan amal shalih pada setiap waktu, di manapun kita  berada. Mari kita berdoa, mudah-mudahan iman dan taqwa kita selalu dikokohkan dan dipelihara oleh Allah Swt.

Kaum Muslimin yang berbahagia

Merosotnya moral sudah menggejala di mana-mana. Telah banyak tanda-tanda dekadensi moral itu di akhir zaman ini. Hampir setiap waktu – disiarkan melalui maas media, baik melalui media cetak maupun elektronika. Maas media itu hampir setiap saat mengangkat berita pencurian, penipuan, penggelapan, perampokan, penjambretan, perkosaan, pembunuhan, bentrokan, demo, rebutan jabatan dan lain sebaginya.

Masyarakat negeri kita saat ini mungkin sudah mengalami kelainan. Mungkin sudah menderita sakit. Dalam bahasa inteleknya adalah the sick socity. Sebuah masyarakat yang menderita sakit. Masyarakat yang sakit dan tidak sehat. Bahkan, penyakitnya sudah amat kronis dan gawat. Penyakitnya sudah sangat berbahaya. Kalau tidak segera ditangani secara serius, maka bisa lebih parah lagi dan menemui ajalnya. Hancurlah masyarakat itu. Negarapun jadi terancam,  diambang kehancuran.

Ibarat sebuah kapal penuh dengan muatan – berlayar di tengah lautan yang luas dan dalam. Tetapi  keadaan kapal itu bocor oleh tangan penumpangnya. Sedikit demi sedikit – airnya masuk ke dalam kapal. Lama-lama, kapal penuh dengan air. Dan, kapalpun tenggelam ke dasar lautan beserta penumpangnya. Habislah riwayatnya. Ini akibat dari penumpang kapal yang tidak patuh pada aturan dan ketentuan yang ada.

Gambaran ini mirip dengan kisah dalam Al Qur’an Surat At-Taubat ayat 70:

أَلَمْ يَأْتِهِمْ نَبَأُ الَّذِينَ مِن قَبْلِهِمْ قَوْمِ نُوحٍ وَعَادٍ وَثَمُودَ وَقَوْمِ إِبْرَاهِيمَ وَأَصْحَابِ مَدْيَنَ وَالْمُؤْتَفِكَاتِ ۚ أَتَتْهُمْ رُسُلُهُم بِالْبَيِّنَاتِ ۖ فَمَا كَانَ اللَّـهُ لِيَظْلِمَهُمْ وَلَـٰكِن كَانُوا أَنفُسَهُمْ يَظْلِمُونَ

“Belumkah datang kepada mereka berita penting tentang orang-orang yang sebelum mereka, (yaitu) kaum Nuh, ‘Aad, Tsamud, kaum Ibrahim, penduduk Madyan dan negeri-negeri yang telah musnah? Telah datang kepada mereka rasul-rasul dengan membawa keterangan yang nyata, maka Allah tidaklah sekali-kali menganiaya mereka, akan tetapi merekalah yang menganiaya diri mereka sendiri.” (QS. At-Taubah [9]:70)

Firman Allah tadi memberi peringatan kepada umat manusia, bahwa kaum-kaum terdahulu dimusnahkan oleh Allah – karena tidak mau menerima keterangan para rasul yang diutus membawa kebenaran kepada mereka. Mereka ingkar dan bahkan banyak yang melawan para utusan Allah itu. Akibatnya, musnah dan mampuslah mereka.

Kalau penyakit moral seperti itu tidak segera disikapi, patut dikhawatirkan – adzab Allah pasti menimpa negeri kita Indonesia ini. Datang berbagai musibah besar yang bertubi-tubi. Menelan korban harta jiwa yang tak terhingga banyaknya. Penduduknya mengalami berbagai kesulitan dan penderitaan dalam banyak hal. Bisa masalah ekonomi, pendidikan, perumahan, kesehatan, keamanan dan masalah lainnya.

Saudara-saudara yang kami mulyakan

Lebih kasihan lagi, sekarang ini – ada sebagian sadara-saudara kita yang berkata – menyambung hidup susahnya bukan main. Apa-apa mahal dan sulit. Kalau tidak sabar, hidup ini bisa menipu. Menipu siapa saja yang bisa ditipu. Membohongi siapa saja yang bisa dibohongi. Memakan siapa saja yang bisa dimakan. Memaksa siapa saja yang bisa dipaksa. Membunuh siapa saja yang bisa dibunuh. Menjegal siapa saja yang bisa dijegal. Meneror siapa saja yang bisa diteror. Mengebom siapa saja yang bisa dibom. Semua itu semata-mata mencari keuntungan dan keselamatan diri sendiri ataupun kelompoknya. Mereka sudah tidak peduli lagi akan hak dan kepentingan orang lain.

Kenyataan telah berbicara. Para petani menjerit – karena harga pupuk melangit. Para pedagang kelabakan – karena harga barang kulakan dan transportasi disesuaikan. Petambak ikan menjerit – karena ikannya hilang dibawa banjir dan harga pakan melejit. Peternak binatang menjerit – karena ternaknya mati diserang penyakit. Para pegawai menangis – karena gajinya belum sampai sebulan sudah habis. Para pemimpin ribut – karena mereka saling berebut.

Lebih memprihatinkan lagi, banyak oknum penegak hukum yang “nakal”.  (Harian Kompas terbitan hari Senin dan Selasa, tanggal 13 dan 14 Juni 2011). Banyak orang yang tidak bersalah malah dikatakan salah. Sebaliknya, orang yang terang-terangan melanggar – justeru dilindungi dan dibela.

Keadaan seperti ini mengingatkan kita terhadap peristiwa yang menimpa Nabi Ibrahim As. Karena mengajarkan kebaikan dan menegakkan kebenaran – justeru malah dihukum bakar oleh penguasa negerinya. Hal ini dijelaskan oleh Allah Swt:

قَالُوا حَرِّقُوهُ وَانصُرُوا آلِهَتَكُمْ إِن كُنتُمْ فَاعِلِينَ

Mereka (bala tentara raja Namruj) berkata: “Bakarlah dia (Ibrahim itu) dan bantulah tuhan-tuhan kamu, jika kamu benar-benar hendak bertindak”. (QS. Al Anbiyaa’ [21]: 68)

Memang ada kelainan pada otak raja Namruj dan pengikut-pengikutnya. Ibrahim As yang membimbing umat manusia ke jalan yang benar – justeru mendapat siksaan dan hukuman bakar. Kaum yang ingkar dan melanggar – dibiarkan menjadi besar. Raja dan rakyatnya sama-sama melanggar hukum. Raja dan rakyatnya sama-sama mencuri hukum. Kalau seperti itu keadaannya, menjadilah suatu negari yang disebut “cleptocrasi”. Suatu negeri yang dipimpin oleh pencuri. Dapat kita bayangkan, apa yang terjadi di dalam negeri itu – kalau negerinya disebut seperti itu.

Namun, atas idzin Allah – Nabiyullah Ibrahim As tidak terbakar sedikitpun. Beliau selamat, sehat wal afiat. Sebagaimana dijelaskan oleh Allah Swt:

 قُلْنَا يَا نَارُ كُونِي بَرْدًا وَسَلَامًا عَلَىٰ إِبْرَاهِيمَ

Kami berfirman: “Hai api menjadi dinginlah, dan menjadi keselamatanlah bagi Ibrahim”, (QS. Al Anbiyaa’ [9]: 69)

Walau dihukum bakar dengan kobaran api yang menggunung. Dengan hujatan dan sorak sorai pendukung raja Lalim,  tiada terasa panas bagi kekasih Allah yang kokoh dalam pendirian. Bahkan, api terasa dingin bagi Nabiyullah itu. Luluslah Ibrahim dari hukuman raja lalim.

Kita ingat pula peristiwa Nabi Yusuf As. Beliau utusan Allah yang jujur. Nabi Yusuf dituduh memperdayai Zulaikha, isteri Al-Aziz, pembesar kerajaan itu. Nabi Yusuf-pun lalu dijebloskan dalam penjara bertahun-tahun. Padahal yang sangat mendalam hasratnya adalah isteri pembesar kerajaan Mesir itu sendiri. Bukan Nabi Yusuf As. Hal ini dijelaskan di dalam Al Qur’an Surat Yusuf ayat 26 dan 27.

Fakta menunjukkan bahwa pakaian Yusuf robek bagian belakang. Ini berarti yang salah adalah Zulaikha. Yusuf berlari menuju pintu untuk keluar dari kamar isteri Al Aziz. Tidak mau melayani ajakan Zulaikha. Namun, pakaian Yusuf ditarik keras dari belakang oleh wanita itu sampai robek. Ini menunjukkan bahwa Yusuf as di pihak yang benar. Dan, Zulaikha yang salah. Namun, fakta itu diputar balik oleh Al Aziz, sebagaimana firman Alah Swt:

فَلَمَّا رَأَىٰ قَمِيصَهُ قُدَّ مِن دُبُرٍ قَالَ إِنَّهُ مِن كَيْدِكُنَّ ۖ إِنَّ كَيْدَكُنَّ عَظِيمٌ

Maka tatkala suami wanita itu melihat baju gamis Yusuf koyak di belakang berkatalah dia: “Sesungguhnya (kejadian) itu adalah diantara tipu daya kamu (Yusuf). Sesungguhnya tipu daya kamu adalah besar.” (QS. Yusuf [12]: 28)

Justeru yang melakukan tipu daya adalah Al Aziz itu sendiri. Hal ini sesuai dengan firman Allah Swt di dalam Surat Yusuf sebagai berikut:

يُوسُفُ أَعْرِضْ عَنْ هَـٰذَا ۚ وَاسْتَغْفِرِي لِذَنبِكِ ۖ إِنَّكِ كُنتِ مِنَ الْخَاطِئِينَ

(Al Aziz berkata) (Hai) Yusuf: “Berpalinglah dari ini [rahasiakanlah peristiwa ini], dan (kamu hai isteriku) mohon ampunlah atas dosamu itu, karena kamu sesungguhnya termasuk orang-orang yang berbuat salah.” (QS. Yusuf [12]: 29)

Dari fakta perisitiwa itu, Zulaikha bersalah, Nabi Yusuf dipihak yang benar. Al-Aziz sendiri menyaksikan hal itu dengan mata kepalanya sendiri. Namun, fakta itu malah diputar balik oleh penguasa Lalim itu – untuk dapat memenjarakan Yusuf As. Pemimpin kerajaan itu berbohong kepada public. Berupaya membuat opini atau kesan di tengah masyarakat bahwa Yusuf yang salah. Dan Yusuf, patut diberi hukuman. Walau sebenarnya sang raja telah memutar balik fakta dengan kebohongan yang nyata.

Kalau pemutar balikan fakta seperti itu – menjalar di negara kita, tentu bisa membuat kacau balau masyarakat Indonesia. Tidak ada ketenteraman dan kedamaian. Apalagi kesejahteraan dan kebahagiaan, jauh panggang dari api. Kesejahteraan dan kebahagiaan – hanya omong kosong dan isapan jempol belaka. Karena keadilan tidak ditegakkan dengan seadil-adilnya.

Kalau mau jujur, contoh seperti itu sangat banyak di negeri kita.  Ini tugas kita bersama untuk memberantas habis. Jangan sampai pemerintahan negeri kita – yang terdiri dari ekskutif (pemerintah), legislative (DPR) dan yudikatif (penegak hukum) – tergolongan “cleptocratis”, suatu negara yang dipimpin oleh pencuri. Ini tugas kita bersama, sesuai dengan missi dakwah Rasulullah Saw, amar makruf nahi munkar. Mengajak kepada kebaikan dan mencegah kejahatan.

Mari kita perhatikan firman Allah Swt:

كُنتُمْ خَيْرَ أُمَّةٍ أُخْرِجَتْ لِلنَّاسِ تَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَتَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنكَرِ وَتُؤْمِنُونَ بِاللَّـهِ ۗ وَلَوْ آمَنَ أَهْلُ الْكِتَابِ لَكَانَ خَيْرًا لَّهُم ۚ مِّنْهُمُ الْمُؤْمِنُونَ وَأَكْثَرُهُمُ الْفَاسِقُونَ

Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma’ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah…” (QS. Ali Imran [3]: 110)

Ma’asyiral Muslimin Rahimakumullah

Kebobrokan moral sudah menjadi nyata. Kejujuran dan keadilan sudah sulit ditegakkan. Kesejahteraan dan kemakmuran sudah semakin menjauh. Ketentraman dan kedamaian hanya sebuah impian. Kesengsaraan dan penderitaan justeru semakin mencekam dalam kehidupan. Padahal negeri kita ini tersohor gemah ripah loh jinawe. Negeri yang sangat kaya dan subur sumber daya alamnya. Tetapi, mengapa rakyatnya tetap menderita dalam kemiskinan. Menjadi masyarakat yang ketinggalan zaman, kalau tidak mau dikatakan masyarakat yang terbelakang.

Salah satu sebabnya ialah, dekadensi moral sudah membudaya di negeri ini. Bahkan ada gejala – bahwa masyarakatnya dibesarkan dengan budaya tidak jujur, tidak adil dan penuh kebohongan.

Tentu kita masih ingat kasus nyontek masal di sebuah sekolah dasar di Surabaya. Seorang siswa diminta walikelas agar membantu siswa lain untuk menjawab soal unas hingga melakukan simulasi persontekan.

Ibu seorang siswa tadi mendengar bahwa anaknya disuruh memimpin berbuat curang. Dia tidak terima. Lalu melaporkan hal itu kepada pihak-pihak terkait. Tetapi tidak mendapat tanggapan yang positif. Mereka hanya meminta maaf kepada sang ibu. Akhirnya dia melapor kepada Dispendik Surabaya.

Dari upaya melapor itu, justeru sang ibu dituduh mencemarkan sekolah. Dia dan keluarganya mendapat teror dan akhirnya diusir oleh penduduk desa itu. Dan pergilah mereka dari kampung halaman, meninggalkan rumah tempat tinggalnya.

Alhamdulillah, sekarang masalah itu menjadi kasus Nasional. Kemendiknas membahas sanksi yang akan dijatuhkan kepada SDN Gadel II Surabaya. (Harian Jawa Pos, Selasa, 14  Juni 2011)

Ini sebuah bukti dekadensi moral yang sudah kelewatan. Menegakkan kebenaran, justeru mendapat perlawanan yang sangat kejam dari yang berwenang dan dari masyarakat sekaligus. Bukankah ini, zaman Namruj dan Al Aziz, Penguasa Mesir yang lalim itu terulang di negeri ini. Apa jadinya nanti – bila hal ini dibiarkan saja. Tentu kemarahan Allah akan terulang lagi. Hancur dan musnah jadinya – semua penduduk  negeri ini.

Tampaknya sudah tidak ada rasa iman dan takut kepada Allah Swt. Selama keadaan seperti itu masih terasa di suatu negeri, maka masyarakat negeri itu dijamin tidak akan bisa memperoleh rasa keadilan dan kemakmuran. Kekayaan sember daya alam negerinya dan hasil kerja rakyatnya – tidak akan dapat mendatangkan berkah. Karena penduduk negerinya telah hilang rasa iman dan taqwa kepada Allah Swt.

Hal ini telah ditegaskan oleh Allah di dalam Al Qur’anul Karim:

وَلَوْ أَنَّ أَهْلَ الْقُرَىٰ آمَنُوا وَاتَّقَوْا لَفَتَحْنَا عَلَيْهِم بَرَكَاتٍ مِّنَ السَّمَاءِ وَالْأَرْضِ وَلَـٰكِن كَذَّبُوا فَأَخَذْنَاهُم بِمَا كَانُوا يَكْسِبُونَ

Jikalau sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat Kami) itu, maka Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya”. (QS. Al A’raaf [7]: 96).

Hadirin Yang Kami Mulyakan

Dari firman Allah Surat Al A’raf, surat ke tujuh, ayat 96 tadi – dapatlah kita ambil pelajaran yang sangat penting untuk memperbaiki akhlaq dan budaya bangsa suatu negeri. Kita bangsa Indonesia, perlu melakukan beberapa hal sebagai berikut:

Pertama, mengadakan revolusi total terhadap kuwalitas iman anak bangsa ini. Sehingga memiiki kuwalitas iman yang mantap.

Kedua, mengadakan revolusi total terhadap kuwalitas budaya malu bagi seluruh bangsa ini. Sehingga memiliki rasa malu yang tinggi untuk melakukan perbuatan yang melanggar hukum dan perbuatan yang tidak perpuji.

Ketiga, mengadakan revolusi total terhadap kuwalitas taqwa bangsa negeri ini. Sehingga memiliki kadar ketaqwaan yang kokoh dan rasa takut untuk melakukan perbuatan yang salah.

Kalau penduduk suatu negeri sudah seperti itu, maka janji Allah – pasti dipenuhi. Allah akan membukakan berkah dari langit dan bumi. Masyarakatnya menjadi adil makmur dan sejahtera. Baldatun thayyibatun wa rabbun ghafuur. Amin.

جَعَلَنَا اللهُ وَإِيَّاكُمْ مِنَ الْفَائِزِيْنَ اْلأمِنِيْنَ  وَأَدْخَلَنَا فِى جَنَّاتِ النَّعِيْمِ  وَنَفَعَنَا بِهِ مِنَ اْلأيَاَتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيْمِ اِسْتَجِب لَنَا أمِيْن يَا مُجِيْبَ السَّائِلِيْنَ. اَعُوْذُ بِاللهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيْمِ   بِسْمِ اللهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيْمِ  مَنْ عَمِلَ صَالِحًا فَلِنَفْسِه وَمَنْ اَسَآءَ فَعَلَيْهَا وَمَا رَبُّكَ بِظَلاَّمٍ  لِلْعَبِيْدِ.وَقُلْ رَبِّ اغْفِرْ وَارْحَمْ وَأَنْتَ خَيْرُ الرَّاحِمِيْنَ.

——————-
Download artikel ini dalam format word document, klik disini


Tanggapan

  1. apa ada khutbah yg bagus?

  2. apik


Tinggalkan komentar

Kategori